PT SMGP Madina harus Utamakan Keselamatan Masyarakat

Ketua KNPI DPD Mandailing Natal, Tan Gozali Nasution.
Ketua KNPI DPD Mandailing Natal, Tan Gozali Nasution.

MADINA, kaldera.id – Pasca tragedi gas beracun pada 25 Januari 2021 yang menewaskan lima warga dan puluhan lainnya harus dirawat di rumah sakit, PT SMGP (Sorik Marapi Geothermal Power) di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut, kembali memulai operasionalnya pada 26 Februari 2021 di sebagian Wilayah Kerja Panasbumi (WKP).

Dengan kembali beroperasinya perusahaan yang berada dibawah naungan KS. ORKA milik China (saham 90%) ini, terkesan hanya untuk mengejar untung semata tanpa memperdulikan masyarakat sekitar.

Sebab, beragam persoalan yang belum tuntas seperti proses penyidikan yang masih dilakukan pihak kepolisian, kompensasi kepada korban dan masyarakat yang terdampak belum tuntas, hingga tidak adanya jaminan keselamatan terhadap masyarakat sekitar.

Kecewa terhadap perusahaan yang terkesan hanya mau mengejar keuntungan

Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) DPD Mandailing Natal, Tan Gozali Nasution menyatakan kekecewaannya terhadap perusahaan yang terkesan hanya mau mengejar keuntungan semata tanpa peduli bagaimana kondisi psikis, kesehatan, dan perekonomian masyarakat pasca tragedi gas beracun yang merenggut lima nyawa warga.

“Tragedi itu mengakibatkan lima warga meninggal dunia dan puluhan orang dirawat di rumah Sakit. Ini kasus terbesar dalam ruang lingkup PLTP yang katanya ramah lingkungan. Dan ingat, meski perdamaian telah disepakati, namun kompensasi kepada korban luka yang pernah dirawat rumah sakit belum semuanya dituntaskan oleh PT SMGP,” ujar Tan Gozali, Senin, 8 Maret 2021.

Menurut putra daerah itu, permohonan warga kepada pihak perusahaan untuk mengganti kerugian masyarakat selama 20 hari karena tidak bisa melakukan aktivitas, juga belum disahuti sampai sekarang.

“Bayangkan berapa kerugian masyarakat khususnya petani yang terpaksa meninggalkan mata pencahariannya,” kata Tan.

Tidak adanya jaminan keselamatan terhadap warga

Dia menegaskan, salah satu poin terpenting dalam persoalan ini adalah tidak adanya jaminan keselamatan terhadap warga.

“Sangat disayangkan, sampai saat ini kita lihat perusahaan belum bisa memberikan jaminan keselamatan kepada warga yang bermukim di sekitar PT SMGP, menyusul terbitnya izin beraktivas kembali. Padahal, jaminan keselamatan warga adalah hal yang sangat urgen dan mutlak harus dipenuhi oleh perusahaan, karena itu adalah hukum tertinggi menurut kita,” tegasnya.

Hal yang sangat krusial ini, sambung Tan, harus dibuat dalam surat perjanjian antara perusahaan, pemerintah dan warga agar tidak terulang lagi kejadian yang mengakibatkan korban meninggal dunia.

Bila belum ada perjanjin tertulis terkait jaminan keselamatan warga sekitar, dia meminta pihak perusahaan untuk mempertimbangkan menutup sementara aktivitasnya, atau pindah lokasi ke tempat yang jauh dari aktivitas warga.

“Kami tidak ingin mati konyol. Ini adalah tanah leluhur kami, tempat dilahirkan dan tumbuh kembang, wajar jika kami memilki hak veto menolak investasi yang belum memiliki komitmen yang jelas dengan keselamatan warga disini. Dan kami, warga di sekitar ring PT SMGP ini tidak akan berhenti melakukan upaya pembelaan terhadap hak. Karena sampai saat ini masih trauma kejadian yang sama akan terjadi suatu hari nanti. Sebab belum ada yang bisa menjamin hal itu tidak lagi terjadi,” tuturnya.

Sebelumnya, sebanyak lima orang warga Desa Sibanggor Julu, Kecamatan Puncak Sorik Merapi, Kabupaten Mandailing Natal, Sumut, meninggal akibat menghirup gas beracun dari PT SMGP pada Senin, 25 Januari 2021.

Selain itu, puluhan warga sekitar sempat mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit karena keracunan gas.

Pasca tragedi itu, tim dari Polda Sumut sudah menaikkan statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan.

“Ditemukan adanya kelalaian menyebabkan matinya orang lain,” kata Kasubbid Penmas Bid Humas Polda Sumut, AKBP MP Nainggolan. (andi nasution)