MEDAN, kaldera.id- Film dokumenter bertema lingkungan Parherek (Penjaga Kera) akhirnya akan dilaunching pada Juli mendatang setelah 4 tahun (2017-2021) proses penggarapannya.
Sang sutradara Onny Kresnawan, mengatakan, pengambilan gambar terakhir pada proses film tersebut selesai dilaksanakan pada awal pekan kedua Juni lalu.
“Alhamdulillah produksi sudah selesai. Berikutnya masuk fase post production, dan launching mudah-mudahan bisa kita lakukan pada Juli mendatang,” kata Onny Kresnawan yang juga ketua Asosiasi Dokumentris Nusantara (ADN) Korda Medan ini, kepada wartawan di Medan, Sabtu (12/6/2021).
Film Parherek menceritakan tentang kisah hidup keseharian Detim Manik, yang meneruskan cara hidup unik sepeninggalan ayahnya, Umar Manik, yaitu sebagai pawang monyet di Hutan Sibaganding, Simalungun, Sumatera Utara, sejak 1980-an.
Film ini diproduseri oleh Ria Novida Telaumbanua dari Rumah Inspirasi yang juga Plt Kadisbudpar Sumut. Film ini juga mendapat dukungan dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, khususnya Wakil Gubernur Sumatera Utara Musa Rajekshah.
Dikatakan Onny, dalam pengerjaan Film Parherek, setidaknya sudah 50 kali tim melakukan kunjungan ke Hutan Sibaganding dan sekitar kawasan Danau Toba.
“Banyak kisah suka duka terangkai selama produksi film ini,” kata Onny yang juga koordinator Komite Film di Dewan Kesenian Sumatera Utara (DKSU) ini.
Meski film belum dirilis, lanjutnya, tapi dalam prosesnya sudah memberikan dampak positif. “Bahkan subjek utama, yakni Detim Manik, kini sudah sukses menjadi Youtuber berpenghasilan fantastis,” ujarnya.
Dengan capaian 220 ribu subscriber, Detim Manik mendapat Silver Play Button untuk channel Anak Parherek Si Manik.
Setidaknya, kata Onny, dari penghasilan sebagai Youtuber, Detim kini bisa membeli sendiri makanan tambahan bagi primata di Taman Kera Sibaganding. “Sedikitnya 3 juta rupiah per bulan dia donasikan untuk pakan siamang dan kera,” ungkap direktur Sineas Film Documentary ini.
Sementara Detim Manik mengatakan, capaian yang dia raih tidak terlepas dari peran tim Film Parherek. “Ini rezeki dari yang kita perbuat. Rezeki tempat ini dari film Parherek. Belum selesai pun filmnya, sudah ada rezekinya,” ujarnya.
Dia mengakui, proses film Parherek yang melibatkannya sebagai subjek utama, membuatnya lebih percaya diri untuk berbicara di depan kamera.
“Aku ingin tunjukkan ke khalayak melalui media sosial, baik YouTube maupun Facebook, bahwa tempat ini ada. Yang paling aku sering sebut saat live di media sosial adalah mengingatkan para pengguna jalan yang melintas agar jangan pernah memberi makan sekecil apapun kepada kera-kera. Jangan karena rasa kasihan itu akhirnya membunuh mereka. Kalau mau kasih makan, datang kemari. Bisa photo-photo, menikmati hutan dan parkirnya aman,” paparnya. (finta rahyuni)