MEDAN, kaldera.id- Al Washliyah Kota Medan mengkritik kebijakan Perwal Kota Medan nomor 17 tahun 2021 tentang Pemberian Dana Jasa Pelayanan Kepada Warga Pelayan Masyarakat.
Dalam Bab I Ketentuan Umum, pasal satu ayat ke 38 dijelaskan bahwa usia maksimal penerima adalah 60 tahun. Penerima jasa pelayanan itu termasuk Bilal Jenazah, Penggali Kubur, Pengurus Rumah Ibadah, dan Imam Mesjid, Guru Maghrib Mengaji, Guru Sekolah Minggu, Guru Sekolah Hindu, Guru Sekolah Budha dan Guru Sekolah Kong Hu Chu.
“Akan tetapi, kami mendapati laporan dan pengaduan dari pengurus Al Washliyah baik yang ada di kecamatan maupun di ranting yang menyampaikan bahwa banyak penggali kubur dan bilal jenazah yang terpaksa tidak bisa diusulkan karena adanya batasan usia 60 tahun yang tertera di Perwal tersebut,” kata Ketua Al Washliyah Medan Abdul Hafiz Harahap, Senin (28/6/2021).
Menurutnya pembatasan usia itu jangan sampai menjadi kendala bagi para pelayan masyarakat yang selama ini bekerja tanpa pamrih. Pekerjaan itu kata Hafiz merupakan aktifitas yang dilandasi oleh jiwa sosial dan pengabdian, bukan berorientasi pada profit.
“Penggali kubur misalnya, tidak semua orang mau melakukannya meski dirinya mampu secara fisik. Begitu pula dengan bilal jenazah. Tidak sedikit pelaku telah berusia lanjut,” jelasnya.
“Namun secara fisik dan psikis mereka itu masih sehat wal afiat. Karena pekerjaan yang mereka lakoni itu utamanya adalah mengharap rida Allah SWT, sehingga ada keberkahan dari Allah swt yang mereka peroleh di luar nalar dan batas berfikir manusia,” sambungnya
Peninjauan kembali
Dengan begitu, Al Washliyah Medan meminta kepada Walikota Medan agar dapat melakukan peninjauan kembali Perwal tersebut, khususnya terkait dengan batasan usia.
Misalnya, lanjut Hafiz mereka dapat diberikan syarat tambahan yaitu menyertakan surat keterangan sehat dari Puskesmas.
“Sehingga bagi mereka yang usianya telah di atas 60 tahun dan dinyatakan sehat oleh Puskesmas masih tetap dapat diusulkan sebagai penerima dana jasa pelayanan masyarakat dari pemerintah,” ujarnya.
Hal ini, menurutnya juga penting agar tidak terjadi manipulasi data dalam pengusulan. “Bisa saja nama yang diusulkan berbeda dengan pelaku pelayan masyarakat di lapangan. Kalau ini yang terjadi, maka ini merupakan upaya yang mendatangkan dosa bagi mereka- mereka yang sesungguhnyamengedepankan pengabdian dan berharap pahala dari Allah swt,” pungkasnya. (finta rahyuni)