Komoditas kopi terus mendapat tempat di masyarakat Indonesia, ditandai dengan tumbuh kembangnya bisnis hilir kopi, terutama warung kopi. Pertumbuhan coffeeshop ini paralel dengan meningkatnya konsumsi kopi.
Komoditas kopi terus mendapat tempat di masyarakat Indonesia, ditandai dengan tumbuh kembangnya bisnis hilir kopi, terutama warung kopi. Pertumbuhan coffeeshop ini paralel dengan meningkatnya konsumsi kopi.

MEDAN, kaldera.id- Komoditas kopi terus mendapat tempat di masyarakat Indonesia, ditandai dengan tumbuh kembangnya bisnis hilir kopi, terutama warung kopi. Pertumbuhan coffeeshop ini paralel dengan meningkatnya konsumsi kopi.

“Prospek bisnis kopi itu tidak perlu dipertanyakan. Ini terus diperdagangkan dan bertumbuh. Sore ini kita bicara kopi, besok pagi kita sudah ngopi lagi. Begitulah luar biasanya kopi,” kata pengamat dan peneliti kopi, Dr. Surip Mawardi, pada sesi penutupan Basic Barista Class Batch XII Maga Coffee Education, Minggu (11/9) di Medan.

Artinya, kata Surip, komoditas kopi sudah teruji. Cengkeh pernah berjaya, tapi sekarang tidak. Sawit belum satu abad diperdagangkan. “Tapi kopi terus diperdagangkan sejak 1711 ketika Belanda menjadikan kopi Jawa sebagai komoditas dagangan untuk pertama kali,” ujar mantan kepala agronomis dan GM Starbucks Farmer Support Centre Indonesia ini.

Surip mengatakan, bisnis kopi tidak kecil bila dibandingkan komoditas lain. Setelah minyak dan gas, kopi adalah nomor dua. Sekarang pertumbuhan tanaman kopi terus naik, yakni 1 – 2 persen per tahun. Pertumbuhan konsumsi kopi di Asia Pasifik yakni 4,6 persen per tahun per kapita. “Ini merupakan pasar yang sangat bagus. Di Indonesia, kopi makin dinamis dari sisi konsumsi, penyajian dan penjualan. Ini trend posotif, dan itu membuka peluang bagi barista untuk mengambil peran,” ujarnya.

Karenanya, Surip berharap apa yang diperoleh peserta di pelatihan dasar barista Maga Coffee Education, dapat dihayati dan dipahami peserta. “Maga Coffee sudah turut serta mencerdaskan bangsa dan generasi muda. Diharapkan dari sini muncul pengusaha-pengusaha baru,” harapnya.

Sementara, Direktur Maga Coffee Education, Arif Rangkuti, mengatakan, pelatihan kali ini merupakan Angkatan XII, dengan peserta 12 siswa. “Sejak dimulai kelas pertama pada Januari 2020, antusiasme masyarakat semakin tinggi untuk mendalami pengetahuan tentang kopi. Kuota yang kita sediakan pada setiap batch selalu penuh. Hingga kini total alumni mencapai 120 orang,” ujar Arif didampingi praktisi kopi, M. Zaini.

Maga Coffee Education menyediakan kuota 10 siswa setiap angkatan, dengan durasi pelatihan 3 hari dan biaya Rp.1,5 juta per siswa. Materi yang diberikan: pemahaman dan peluang bisnis kopi, dasar-dasar identifikasi cita rasa kopi, manual brew, espresso based, latte art, signature (kopi kekinian).

Arif berpendapat, kopi adalah komoditas unggulan yang memberi banyak lapangan pekerjaan, “Jika tidak dibarengi pengetahuan dan teknologi, maka akan sia-sia. Dengan memberikan edukasi ini, produktivitas masyarakat akan meningkat seiiring naiknya konsumsi kopi,” kata Arif yang juga asesor barista ini.

Disebutkannya, barista merupakan ujung tombak warung kopi. “Kalau dia tidak terlatih, itu akan menurunkan kualitas kopi, sehingga tujuan kita untuk memasyarakatkan kopi tidak akan berjalan baik. Karena itu, seorang barista harus mumpuni dalam konteksi itu,” tandas Arif yang juga ketua North Sumatra Coffee Association (NSCA) ini.

Seorang peserta, Batara Yoga, mengaku bersyukur bisa ikut pelatihan di Maga Coffee Education. “Pelatihan ini bagus sekali. Ini rezeki bagiku,” ujar Yoga. Menurutnya, dengan biaya Rp1,5 juta, materi yang didapat cukup komprehensif.

“Karena saya tidak terlalu paham kopi, maka inilah yang saya butuhkan. Ternyata barista sangat berperan sebagai ujung tombak dalam usaha kopi,” kata Yoga sembari mengatakan akan mencari pengalaman dan memperdalam keahlian yang dia peroleh selama pelatihan.(arn)