Implementasi MBKM dan Pendidikan Keperawatan

Oleh: Muhammad Sukri Tanjung, Nadya Gusva, Rika Elvriede

KEGIATAN pembelajaran di perguruan tinggi pada saat ini sedang dalam proses bertransformasi melalui penerapan kurikulum yang berbasis pada program kampus merdeka.

Sederet program kampus merdeka diarahkan pada peningkatan kualitas dan mutu lulusan dari masing-masing perguruan tinggi dengan tawaran adanya kebebasan bagi tiap-tiap perguruan tinggi untuk mengembangkan program-program dan kegiatan pembelajaran termasuk didalamnya ada kebebasan bagi mahasiswa untuk mempelajari keilmuan di luar program studi yang sedang diikutinya di kampus.

Mendikbudristek RI, Nadiem Makarim mengatakan perguruan tinggi harus adaptif yaitu dengan mengikuti arus perubahan dan kebutuhan akan link and match dengan industri.

Konsekuensinya adalah kesiapan seluruh komponen yang ada pada satu perguruan tinggi untuk dapat melaksanakan kebijakan ini sesuai dengan program yang telah ditetapkan. Kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) tidak sekadar membangun link and match dunia akademik dengan dunia usaha dan industri (DUDI), melainkan juga dengan dunia masa depan (DUPAN).

Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, pada Pasal 18 disebutkan bahwa pemenuhan masa dan beban belajar bagi mahasiswa program sarjana atau sarjana terapan dapat dilaksanakan: 1) mengikuti seluruh proses pembelajaran dalam program studi pada perguruan tinggi sesuai masa dan beban belajar; dan 2) mengikuti proses pembelajaran di dalam program studi untuk memenuhi sebagian masa dan beban belajar dan sisanya mengikuti proses pembelajaran di luar program studi.

Apakah MBKN relevan untuk menghasilkan profil lulusan Ilmu Keperawatan yang sesuai dengan DUDI dan DUPAN sebagaimana tujuan kebebasan belajar yang dicetuskan oleh Mendikbudristek tersebut?

Kurikulum Pendidikan Tinggi Keperawatan dan MBKM

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan Pendidikan Tinggi (Permendikbud No.3 tahun 2020).

Kurikulum program Sarjana Keperawatan termasuk program profesi Ners yang digunakan oleh seluruh perguruan tinggi Keperawatan di Indomesia pada saat ini mengacu pada Kurikulum Inti Pendidikan Ners Indonesia yang di terbitkan oleh Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI) pada tahun 2015.

Lulusan perawat khususnya Ners berada pada level-7 Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) sehingga dapat memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan (stakeholder) dan juga dapat memenuhi tuntutan dari organisasi profesi.

Pada kurikulum inti pendidikan ners disebutkan yang menjadi profil lulusan ners di Indonesia adalah care provider (pemberi asuhan keperawatan), communicator (interaksi dan transaksi dengan klien, keluarga, dan tim kesehatan), educator and health promotor (pendidikan dan promosi kesehatan bagi klien, keluarga dan masyarakat), manager and leader (manajemen praktik/ruangan pada tatanan rumah sakit maupun masyarakat) dan researcher (peneliti).

Profil ini diproses dengan adanya proses tridharma perguruan tinggi yang berorientasi pada pencapaian hasil pembelajaran sesuai standar nasional pendidikan tinggi.

Mahasiswa keperawatan tidak hanya mempelajari ilmu keperawatan tetapi mencakup ilmu-ilmu lain yang mempengaruhi proses keperawatan yaitu Filsafat, Ilmu Sosial, Ilmu Hukum, Ilmu Sejarah dan Ilmu Psikologi.

Metode pembelajaran pada kurikulum pendidikan ners AIPNI tahun 2015 pada tahapan pendidikan sarjana meliputi : small group discussion, role-play & simulation, case study, discovery learning (DL), self-directed learning (SDL), cooperative learning (CL), collaborative learning (CbL), contextual instruction (CI) , project based learning (PjBL) dan problem based learning and inquiry (PBL).

Sedangkan pada tahapan profesi ners meliputi : diskusi kasus, pesentasi kasus, seminar ilmiah kecil, kegiatan prosedural keperawatan, ssuhan keperawatan klien dan rotasi tugas sesuai preceptor/CI.

Implementasi Kurikulum

Menarik untuk membahas implementasi kurikulum yang disusun pada tahun 2015 dengan kebijakan MBKM yang hadir 5 tahun setelahnya. Bahwa metodologi pembelajaran secara substantif dapat disesuaikan dengan kebutuhan program, sehingga meskipun terkesan sangat rigid atau kaku impelementasi kurikulum pada pendidikan ners, maka sejatinya kreativitas adalah jawabannya.

Dosen dan mahasiswa diberikan ruang yang cukup untuk mengembangkan ide-ide baru untuk belajar di luar konteks keilmuan keperawatan namun tidak serta merta menghilangkan tujuan awal mencapai profil lulusan yang bermutu dan siap pakai pada dunia usaha dunia industri atau malah menciptakan lapangan kerja secara mandiri.

MBKM bukanlah halangan dalam mengimplementasikan kegiatan pembelajaran di perguruan tinggi keperawatan, penulis menilai bahwa justru menjadi semcam peluang untuk menciptakan lulusan keperawatan yang berkualitas.

Ada banyak keluhan masyarakat terhadap kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia termasuk keperawatan pada beberapa tahun belakangan ini. Keterbukaan dan kebebasan dalam menyusun dan memilih kegiatan pemebelajaran di luar keilmuan keperawatan oleh mahasiswa dengan bimbingan akademik oleh dosen dapat menjadi solusi sehingga profesi keperawatan dapat mengenali aspek-aspek keilmuan lain.

Aspek keilmuan lain yang dapat didalami sangat berkaitan dengan proses link and match lulusan keperawatan, bahwa pengelola program studi keperawatan sejatinya mendapatkan masukan-masukan dari luar profesi kesehatan tentang bagaimana gambaran perawat yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Link and Match

Dalam satu penelitian yang dilaporkan Aguspairi, dkk (2022), sebagian besar lulusan keperawatan mengatakan bahwa ilmu yang diperoleh selama studi ada link and match dengan dunia industri kesehatan yang mana dapat dianalisis link and match disini mayoritas pada aspek keterampilan perawat dalam melakukan asuhan dan tindakan keperawatan; namun masih ada aspek lain yang belum bisa dicapai atau butuh akslerasi untuk dicapai dan hal inilah yang sesuai dengan MBKM.

Mahasiswa dan dosen juga harus menyadari bahwa tingginya tuntutan masyarkaat terhadap profesi keperawatan dapat diakselerasi dengan mempelajari hal-hal di laur ilmu keperawatan itu sendiri sesuai program MBKM.

Contoh: mahasiswa dapat melaksanakan magang di bank untuk mempelajari bagaimana penerapan excellent service pada nasabah bank dari sisi cara berkomunikasi, cara bersikap, cara berbicara, dan cara berias diri sehingga dapat meningkatkan rasa percaya diri seorang perawat ketika berinteraksi dengan pasien atau keluarga pasien.

Contoh lainnya adalah mahasiswa dapat magang dengan seoarang brand manajer satu produk barang tentang bagaimana strategi pemasaran barang untuk mempelajari tatacara marketing, sebab di rumah sakit, puskesmas, atau praktik mandiri perawat juga dibutuhkan bagaimana cara melakukan merketing produk jasa pelayanan kesehatan.

Demikian selanjutnya ada banyak bidang lain yang dapat dipelajari oleh mahasiswa dan dosen dengan catatan sama-sama memiliki kreativitas untuk pengembangan kapasitas lulusan keperawatan itu sendiri.

Penutup

MBKM sebagai satu ide transformasi dalam dunia pendidikan tinggi tentu memiliki manfaat dan risiko atau kekurangannya sebagai sebuah program,namun sebagai sebuh peluang pengembangan keprofesian bagi perawat MBKM memberikan ruang yang cukup luas untuk hadirnya kebebasan dan kreativitas yang bertanggungjawab dengan catatan ada semangat belajar yang tinggi guna memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan (pemrintah, dunia usaha dunia industri dan tentunya masyarkat). Semoga MBKM memberikan manfaat bagi pengembangan profesi keperawatan di Indonesia.(*)

*) Penulis adalah Mahasiswa Magister Ilmu Keperawatan USU