Orasi Ilmiah Prof. Syawal Gultom Di Depan Alumni Tentang AI dan Makna Hidup

redaksi
26 Mei 2025 11:46
Medan News 0 12
6 menit membaca

 

Oleh Armin Nasution

Prosesi wisuda adalah jenjang tertinggi akademik yang dicapai mahasiswa setelah menyelesaikan kuliah hingga sidang meja hijau. Acara ini selalunya sakral, khidmat dan penuh cerita perjuangan.

Pekan lalu Universitas Negeri Medan (Unimed) mewisuda 744 lulusan pada Rabu dan Kamis (21-22 Mei). Seperti pada umumnya, para lulusan itu sudah menyiapkan diri jauh -jauh hari. Bahkan di hari-H, kita sering tak mengenali mahasiswa kita sendiri karena wajahnya berubah akibat polesan make up dan skincare yang sering disiapkan bahkan sejak pk.04.00 pagi.

Di prosesi wisuda ini tampak pula kehadiran para orang tua, keluarga bahkan ada yang membawa rombongan dari kampung halaman sebagai ucapan syukur dan bahagia atas prestasi itu. Puja puji, ucapan selamat yang mengalir, karangan bunga bahkan buket uang, menjadi tanda bahagia dan kebanggaan orang tua dan wisudawan. Proses sakral berlanjut hingga menerima selempang wisuda di hadapan Rektor dan Dekan masing-masing fakultas. Tak lengkap rasanya tanpa disertai foto-foto.

Setelah itu berjalan, di ujung acara selalu ada hiburan. Sekarang ini jadi daya tarik tiap wisuda karena seperti jadi ice breaking prosesi yang padat. Di Unimed pun begitu. Di akhir acara wisuda pekan lalu, beberapa lagu yang ditampilkan sempat membuat semua yang hadir, baik wisudawan, rektor, ketua senat, dekan dan para orang tua memberikan tepuk tangan meriah dan standing ovation atas beberapa lagu yang dibawakan mahasiswa.

Di balik semua kebahagiaan itu, ada satu sosok yang kemudian hadir mengingatkan kepada para lulusan bahwa wisuda bukanlah akhir segalanya. Ya, Ketua Senat Universitas Negeri Medan Prof. Syawal Gultom maju ke podium memberikan orasi ilmiah.

Paparannya ringan, jernih dan mudah dicerna. Apa yang dia ingatkan? Bahwa prosesi wisuda bukanlah akhir segalanya. Dan bekerja pun bukan puncak prestasi tertinggi. Mau jadi PNS, karyawan BUMN atau juga jadi entrepreneur, bukan akhir segalanya.

Tulisan ini mengutip semua intisari penting dari orasi ilmiah itu. Menurut Prof. Syawal Gultom walaupun sudah wisuda tapi tantangan ke depan semakin berat apalagi dengan hadirnya kecerdasan buatan (artificial intelligence) serta otomasi. Dasar berpikir orasi ilmiah yang disampaikan Prof. Syawal bukan lagi pada teori. Tapi menggambarkan perubahan dunia dan sistem rekrutmen tenaga kerja. Mau lulusan apapun tapi jika tidak mampu mengadopsi AI akan kesulitan menghadapi tantangan pekerjaan.

Dunia di luar berubah cepat, maka para lulusan pun harus mengikutinya, termasuk menguasai kecerdasan buatan. Dia menggambarkan menurut laporan World Economic Forum (WEF) ada 85 juta pekerjaan yang beralih ke otomasi. Peluang pekerjaan manusia diambilalih komputer. Kemudian negara-negara di dunia pun mengadopsi otomasi untuk menggantikan tenaga manusia, katanya. Di negara seperti AS, otomasi itu mencapai 47 persen, di Malaysia 60 persen dan China mencapai 77 persen. Negara-negara lain pun menerapkannya. Itu gambaran betapa pentingnya para lulusan mempelajari otomasi.

Maka syarat lulusan agar mampu bersaing di pasar kerja adalah menambah kemampuan penunjang seperti memahami kecerdasan buatan. Semua lulusan, mau dari prodi mana saja harus mampu memahami AI. Menurut Prof. Sawal Gultom kecerdasan buatan ini tak bisa dihindari. Di Indonesia banyak sekali ruang yang bisa dimasuki dengan kemampuan memahami AI. Jadi AI berlaku untuk semua lulusan tak hanya fokus pada sarjana IT. Tapi termasuk bagi yang ingin bekerja di e-commerce, energi terbarukan hingga ekonomi kreatif.

Prof. Syawal dari atas podium orasinya mencontohkan banyak perkembangan AI yang harus diserap. Perlu difikirkan baik-baik bahwa semua sarjana wajib memahami perkembangan teknologi dan AI. Karena ada 20 pekerjaan di masa depan yang mengacu pada perkembangan teknologi. Karena itu penting bagi para lulusan belajar lagi tentang teknologi, otomasi dan sistem otomasi itu sendiri.

Selain itu ada 4 hal yang harus dimiliki para lulusan untuk berkompetisi. Yaitu skill, karena seluruh pekerjaan yang ada mempersyaratkan skill. Kedua, memiliki kemampuan. Ketiga memiliki strategi, bisa berupa cara membangun jejaring misalnya dan keempat adalah diversitas. Diversitas ini mensyaratkan inklusivitas apa yang dimiliki lulusan. Atau apa yang membuat kita berbeda dengan orang lain.

Untuk melengkapi semua itu seperti biasa Prof. Syawal Gultom mengacu pada beberapa referensi sebagai motivasi dan inspirasi. Dia mengambil insipirasi dari buku yang terbit 70 tahun lalu dan dari 4 tokoh terkenal. Buku pertama adalah Think and Grow Rich miliknya Napoleon Hill yang menyatakan bahwa kunci sukses itu ada pada diri sendiri dan kalaupun gagal semua karena diri kita sendiri. Kesuksesan adalah dua fungsi fX(Y). Kesuksesan dibangun dari kemauan dan keyakinan. Karena kesuksesan pula yang membuat kita bermakna untuk orang lain.

Itu pula yang dinukil Victor Frankl dalam bukunya mencari makna hidup. Kepada semua lulusan Unimed, Prof. Syawal berpesan agar hidup harus bermakna. Di buku Victor Frankl itu hidup hanya bisa bermakna pada tiga hal yaitu bekerja, bermanfaat pada orang lain serta seberani apa mengambil keputusan di saat sulit.

Lalu buku kedua yang disampaikan Prof. Syawal adalah The Power of Positive Thingking yang ditulis Norman Vincent Peale. Lulusan Unimed harus menilai seberapa positif cara berfikirnya. Uji diri sendiri kira-kira apa saja hal negatif yang perlu diubah. Termasuk diantaranya kebiasaan bangun lama, sering terlambat, tidak tepat waktu, kurang disipilin, semua harus diubah dimulai dari diri sendiri.

Selebihnya Prof. Syawal memaparkan kisah inspiratif dari 4 tokoh dunia yang sukses di kemudian hari. Pertama adalah penemu listrik Michael Faraday yang 14 tahun jadi tukang roti dan menjilid buku kemudian menemukan listrik. Faraday adalah sosok pembaca buku yang luar biasa. Lalu Thomas Alva Edison penemu bola lampu yang dikeluarkan dari sekolah tapi kemudian dibimbing ibunya yang bijaksana. Setelah 900 kali percobaan akhirnya ada satu yang berhasil untuk menciptakan bola lampu. Tokoh ketiga adalah Jan Kaum, pendiri WhatsApp. Imigran miskin dari Rusia ini berangkat ke AS dengan kondisi ibunya sedang sakit. Dia mendaftar di AS agar mendapat santunan tiap bulan dan pelan-pelan belajar sampai kemudian dia bisa sambungkan semua orang lewat WhatsApp.

Tokoh inspiratif keempat adalah William Tanuwijaya, anak Siantar, pendiri Tokopedia. Hidup serba kekurangan mendorongnya merantau ke Jakarta dengan ayah yang sedang sakit. Dia tekun belajar hingga sukses seperti sekarang.

Kenapa Prof. Syawal mengutip buku dan tokoh insipratif itu? Bahwa dalam hidup ada nilai-nilai perjuangan, cinta kasih, hormat kepada orang tua, ketekunan belajar, kerja keras, tidak mudah putus asa sebagai kunci agar kelak menjadi orang yang bermakna dalam hidup. Selain itu tentu mengingatkan bahwa wisuda bukanlah akhir perjuangan. Wisuda dan jamuan makan akan berakhir hari itu juga tapi esoknya adalah dunia nyata, saat para lulusan membuka mata menatap masa depan yang sesungguhya di luar kampus.