MEDAN, kaldera.id – Pengadilan Negeri (PN) Medan menggelar sidang lapangan atau pemeriksaan setempat terkait sengketa tanah seluas kurang lebih 6 hektar di Jalan TB Simatupang, Medan, Jumat (12/9/2025) pagi.
Sidang tersebut dipimpin Majelis Hakim Frans Manurung didampingi Panitera Ngatas Purba. Hadir dalam pemeriksaan, penggugat Datuk As’Ad—ahli waris dari almarhum Datuk Ahmad Bin Muhammad Alif—beserta kuasa hukumnya, Mazmur Septian Rumapea
Dari pihak tergugat, hadir kuasa hukum PT Petisah Putra (tergugat I) serta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Medan sebagai turut tergugat. Sementara tergugat II, Yayasan Sosial Perkuburan Suku Hok Kian, tidak hadir.
Dalam pemeriksaan setempat, majelis hakim meminta para pihak menunjukkan letak serta batas-batas objek tanah yang disengketakan. Usai sidang, Hakim Frans Manurung enggan berkomentar dan menyarankan wartawan mengonfirmasi ke Humas PN Medan.
Ahli waris Datuk Ahmad mengungkapkan, pihaknya memiliki bukti kepemilikan berupa Grand Sultan No. 525 tahun 1927 atas nama Datuk Ahmad, Surat Keterangan Tanah (SKT), serta surat pengakuan dari Kesultanan Deli atas tanah seluas 64.405 meter persegi.
Selain itu, mereka juga menunjukkan dokumen sewa menyewa dengan Yayasan Sosial Perkuburan Suku Hok Kian pada tahun 1967 hingga 1980.
“Dulu kakek kami menyewakan tanah ini kepada tergugat II untuk dijadikan perkuburan. Namun setelah masa sewa berakhir, tanah tidak pernah dikembalikan. Kami punya surat asli sewa menyewa dan bukti kepemilikan yang sah,” kata Datuk As’Ad.
Ia menambahkan, yang mengejutkan pihaknya adalah terbitnya tiga Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT Petisah Putra di atas tanah tersebut. Hal ini diketahui setelah ahli waris menyurati Lurah Lalang, Kecamatan Medan Sunggal, pada 9 November 2023.
Berdasarkan surat BPN Medan tanggal 2 November 2023, tercatat tiga SHGB, yaitu SHGB No. 2851/Kelurahan Sunggal tanggal 18 Juni 2013 seluas 38.710 m², SHGB No. 3407/Kelurahan Sunggal tanggal 27 Agustus 2021 seluas 9.997 m², dan SHGB No. 3406/Kelurahan Sunggal tanggal 6 Desember 2022 seluas 9.993 m².
“Sejak masa sewa berakhir, kami tidak pernah mengalihkan kepemilikan kepada siapapun,” tegasnya.
Kuasa hukum penggugat, Mazmur Septian Rumapea, menilai ada kejanggalan dalam penerbitan SHGB tersebut. “Setelah kami teliti, ada dugaan penyelundupan hukum. Tanah ini hanya dipinjamkan atau disewa kepada yayasan, tetapi kemudian bisa disertifikatkan atas nama pihak lain. Kami curiga ada permainan,” ujarnya.
Ia menegaskan pihaknya menuntut PN Medan membatalkan tiga SHGB atas nama PT Petisah Putra karena tanah tersebut merupakan milik Datuk Ahmad yang sudah diakui oleh Kesultanan Deli dan terdaftar di BPN.
“Seharusnya sejak 1980 tanah itu dikembalikan kepada ahli waris. Semua dokumen sewa menyewa dan bukti kepemilikan sudah kami serahkan ke pengadilan,” tambahnya.
Sidang selanjutnya dijadwalkan pada 22 September 2025 dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi. Sementara itu, pihak tergugat maupun BPN Medan tidak memberikan keterangan kepada wartawan usai sidang lapangan. (Reza)