MEDAN, kaldera.id – Pernyataan Menteri Keuangan Purbaya mengenai adanya “dana mengendap” di rekening pemerintah daerah (pemda) memantik reaksi dari sejumlah kepala daerah di Indonesia. Mereka menilai istilah tersebut menimbulkan persepsi keliru di masyarakat, seolah-olah pemerintah daerah tidak menggunakan anggarannya secara optimal.
Anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut), Gusmiyadi, menilai penyebutan “dana mengendap” tidak mencerminkan kondisi riil pengelolaan keuangan daerah. Ia menjelaskan bahwa saldo kas daerah bersifat dinamis dan terus bergerak mengikuti realisasi serapan anggaran.
> “Para kepala daerah menegaskan bahwa saldo di bank bukan berarti dana yang tidak digunakan. Uang itu terus berputar dan dikelola sesuai kebutuhan serta jadwal pengeluaran daerah. Jadi tidak benar jika disebut mengendap,” ujar Gusmiyadi di ruang kerjanya, Selasa (21/10/2025).
Menurutnya, pencairan anggaran daerah dilakukan secara bertahap dan terencana, menyesuaikan dengan progres kegiatan serta mekanisme administrasi yang berlaku. Karena itu, saldo kas daerah di perbankan selalu berubah dari waktu ke waktu.
Klarifikasi serupa juga disampaikan Gubernur Sumatera Utara, Muhammad Bobby Afif Nasution. Ia menegaskan bahwa penggunaan anggaran pemerintah daerah di Sumut berjalan sesuai ketentuan dan tengah direalisasikan bertahap.
> “Istilah ‘dana mengendap’ bisa menimbulkan kesan seolah pemerintah daerah tidak bekerja atau tidak menjalankan program. Padahal realisasinya sedang berjalan sesuai mekanisme yang diatur,” jelas Bobby.
Bobby menambahkan, banyak kegiatan pembangunan yang membutuhkan waktu dalam proses administrasi, seperti lelang proyek, verifikasi data, dan pencairan bertahap. Karena itu, saldo di rekening daerah bukan cerminan stagnasi, melainkan bagian dari siklus keuangan yang normal.
> “Yang terpenting adalah realisasi anggaran dilakukan tepat waktu, tepat sasaran, dan berdampak bagi masyarakat. Itu yang sedang kami kawal,” pungkasnya.
Dengan klarifikasi ini, pemerintah daerah berharap masyarakat tidak terpengaruh oleh istilah yang dapat menimbulkan kesalahpahaman. Pengelolaan keuangan daerah, kata mereka, tetap dijalankan secara transparan, akuntabel, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. (Reza)