Site icon Kaldera.id

RI Jadi Negara Maju, Dampaknya Ke Subsidi

Amerika Serikat (AS) resmi mengeluarkan Indonesia dari daftar negara berkembang ataw Developing and Least-Developed Countries (LGDCs) sejak 10 Februari 2020.

Amerika Serikat (AS) resmi mengeluarkan Indonesia dari daftar negara berkembang ataw Developing and Least-Developed Countries (LGDCs) sejak 10 Februari 2020.

JAKARTA, kaldera.id – Indonesia dicoret dari daftar negara berkembang oleh pemerintah Amerika Serikat (AS). Kebijakan tersebut dikeluarkan oleh AS pada tanggal 10 Februari 2020 kemarin. Dampak kebijakan tersebut akan berpengaruh bagi perlakuan berbeda dan spesial dalam hal perdagangan.

Pencoretan tersebut akan berpengaruh pada batasan minimum (de minimis tresholds) untuk marjin subsidi agar penyelidikan bea masuk anti subsidi (BMAS) selesai. Batasan minimum tersebut semakin kecil.

“Marjin subsidi agar suatu penyelidikan anti-subsidi dapat dihentikan berkurang menjadi sama dengan 1% dan bukan sama dengan 2%,” ujar Direktur Pengamanan Perdagangan, Kementerian Perdagangan, Pradnyawati saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (21/02/2020).

Meski begitu Indonesia perlu untuk berhati-hati terkait hal tersebut. Pasalnya AS merupakan negara yang paling sering menggunakan instrumen anti-subsidi di dunia.

Berdasarkan data statistik WTO periode 1995 hingga Juni 2019, AS merupakan pengguna instrumen anti-subsidi terbesar di dunia dengan total 254 inisiasi. Dalam kurun waktu tersebut dimana 11 diantaranya ditujukan terhadap produk ekspor Indonesia.

“Dengan total 11 inisiasi tersebut, AS menjadi negara yang paling sering menginisiasi penyelidikan anti-subsidi terhadap produk asal Indonesia,” terang Pradnyawati.

Pengklasifikasian Indonesia sebagai negara maju sampai saat ini hanya diperuntukkan bagi penyelidikan anti-subsidi. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa hal tersebut juga akan diaplikasikan dalam cakupan yang lebih luas seperti penyelidikan anti-dumping dan safeguard.

Indonesia menyampaikan tanggapan terkait pencabutan tersebut. Keputusan United States Trade Representative (USTR) dinilai tidak berdasar.(finta)

Exit mobile version