JAKARTA, kaldera.id – Pelemahan rupiah semakin tak terkendali. Buktinya, Kamis (19/3/2020), rupiah pada kurs tengah Bank Indonesia (BI) anjlok ke level Rp 15.712 per dolar Amerika Serikat (AS).
Posisi ini membuat mata uang Garuda melemah 3,21 persen dibanding hari sebelumnya di Rp 15.223 per dolar AS. Ini juga menjadi level terendah bagi kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) paling tidak hingga 2013 silam.
Di sisi lain, rupiah di pasar spot juga mendapat tekanan dahsyat setelah turun 0,60 persen ke 15.315 per dolar AS. Mengingat level ini adalah yang tertinggi sejak 15 Juli 1998 silam. Alhasil, surat utang negara (SUN) tenor 10 tahun pun naik 21 bps menjadi 7,84 persen.
Pelemahan rupiah terjadi setelah lonjakan kematian akibat virus corona terjadi. Bahkan di antara negara Asia Tenggara, tingkat kematian akibat virus corona di Indonesia adalah yang tertinggi.
“Pergerakan mata uang di negara yang memiliki risiko penularan virus corona meningkat seperti Indonesia, mungkin masih melihat pergerakan mata uang volatil untuk sementara,” kara Yanxi Tan, ahli strategi Valasi di Malayan Banking Bhd.
Dengan rupiah yang bergerak volatil, Bank Indonesia diprediksi akan pangkas suku bunga acuan. Dari 26 ekonom yang disurvei Bloomberg, 17 memprediksi bank sentral akan pangkas suku bunga. Di mana 15 memperkirakan pemangkasan 25 bps dan sisanya 50 bps. (kontan/kaldera)