Site icon Kaldera.id

Skenario Terburuk Rupiah akan Jatuh ke 20.000 Akibat Corona

Skenario Terburuk Rupiah akan Jatuh ke 20.000 Akibat Corona

Skenario Terburuk Rupiah akan Jatuh ke 20.000 Akibat Corona

JAKARTA, kaldera.id – Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mengungkap skenario terburuk nilai tukar rupiah bisa menyentuh kisaran Rp17.500 sampai Rp20 ribu per dolar AS pada tahun ini.

Skenario ini muncul akibat tekanan ekonomi yang berat di tengah penyebaran pandemi virus corona atau covid-19.

“Asumsi makro skenario ini kami lakukan untuk mencegah agar tidak terjadi,” ungkap Menteri Keuangan sekaligus Ketua KSSK Sri Mulyani Indrawati dalam video conference, Rabu (1/4/2020).

Gubernur Bank Indonesia (BI) sekaligus Anggota KSSK Perry Warjiyo mengatakan proyeksi kurs rupiah itu merupakan langkah persiapan ke depan dari KSSK untuk mengantisipasi dampak terburuk dari tekanan pandemi corona.

Kendati begitu, ia menekankan bahwa KSSK akan berupaya semaksimal mungkin untuk mencegah rupiah jatuh ke level tersebut.

“Skenario berat tadi adalah forward looking sebagai antisipasi supaya tidak terjadi, agar skenario berat tidak terjadi. Maka kurs Rp17.500 sampai Rp20 ribu per dolar AS itu akan kami antisipasi agar tidak terjadi,” tekannya.

Lebih lanjut, Perry memastikan kondisi kurs rupiah masih terjaga. Saat ini, rupiah berada di kisaran Rp16.400 per dolar AS di perdagangan pasar spot.

Perry mengklaim hal ini terjadi karena bank sentral nasional senantiasa berada di pasar melalui tiga bentuk intervensi agar nilai tukar mata uang Garuda tidak jatuh lebih dalam.

Intervensi dilakukan di perdagangan pasar spot, DNDF, hingga membeli Surat Berharga Negara (SBN) yang dilepas asing. “Rupiah saat ini sudah memadai,” katanya.

Nilai Tukar Rupiah Bisa Menyentuh Kisaran Rp17.500

Selain intervensi, BI juga menambah likuiditas di perbankan melalui pelonggaran batas cadangan kas bank di bank sentral nasional atau dikenal dengan Giro Wajib Minimum (GWM).

Dari pelonggaran, setidaknya BI menambah likuiditas ke bank sebanyak Rp74 triliun dalam denominasi rupiah dan US$3,2 miliar dalam denominasi valuta asing.

Berbagai upaya ini dilakukan guna menstabilkan nilai tukar rupiah yang kemungkinan masih bergerak fluktuatif karena besarnya aliran modal asing yang keluar (capital outflow) dari Indonesia.

BI mencatat dana asing yang keluar mencapai Rp167,9 triliun pada periode 20 Januari sampai 30 Maret 2020.

“Sebagian besar di SBN Rp153,4 triliun dan saham Rp13,4 triliun. Pembalikan modal ini terjadi di seluruh dunia, termasuk Indonesia sehingga rupiah melemah,” tutur Perry.

Secara total, BI sudah membeli SBN dengan nilai mencapai Rp166 triliun. Sedangkan bila digabung dengan intervensi penambahan likuiditas ke bank, intervensi sudah hampir Rp300 triliun.

Di sisi lain, KSSK turut memaparkan beberapa asumsi makro dalam skenario terburuk, seperti pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 0,4 persen sampai 2,3 persen.

Harga minyak mentah Indonesia (ICP) US$31 sampai US$38 per barel dan inflasi 3,9 persen sampai 5,1 persen pada tahun ini.

Seluruhnya turun jauh dari asumsi makro di APBN 2020, di mana asumsi rupiah sebesar Rp14.400 per dolar AS dan pertumbuhan ekonomi 5,3 persen. Sementara ICP US$63 per barel dan inflasi 3,1 persen.(cnn/tim)

Exit mobile version