Site icon Kaldera.id

Gus Irawan Kritisi Skema Burden Sharing BI

Gus Irawan Pasaribu

Gus Irawan Pasaribu

MEDAN, kaldera.id- Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu mengkritisi skema burden sharing yang membuat Bank Indonesia harus membeli surat berharga negara dan menanggung sekaligus bunganya.

Skema burden sharing mengharuskan BI membeli SBN senilai Rp397 triliun sekaligus menanggung beban bunganya. BI juga harus membantu meringankan selisih bunga pasar dan BI 7-day (Reverse) Repo Rate dari SBN senilai Rp123,46 triliun. Terakhir BI juga tetap harus menjalankan kesepakatan 16 April 2020.

Hal itu disampaikan Gus Irawan Pasaribu kepada kaldera.id, Minggu (27/09/2020). Menurut dia, skema burden sharing ini dilakukan sebagai bagian dari keinginan pemerintah untuk menambah pembiayaan dalam mempercepat pemulihan ekonomi nasional.

Dia mengatakan kebutuhan dana pemerintah untuk mengatasi dampak covid-19 initermasuk dengan skema burden sharing mencapai Rp903,46 triliun. “Ini angka yang fantastis menurut saya. Apalagi pemerintah malah harus melibatkan BI dalam situasi ini yang saya prediksi akan menggerus modalnya dan kemudian membuat otoritas moneter tersebut menjadi tidak kredibel,” tuturnya.

Dalam hal ini ketika BI harus siap menjadi standby buyer pada penerbitan SBN di pasar perdana bila target lelang pemerintah tak mencapai yang diharapkan. Berdasarkan materi paparan ke DPR, rasio modal BI akan mengalami penurunan sehubungan dengan adanya program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) ini.

Pada tahun 2018, rasio modal BI sebesar 11,63 persen, turun menjadi 11,10 persen pada 2019 dan baseline 2020 sebesar 10,28 persen. Namun, dengan ada PEN 2020, rasio modal BI akan turun menjadi 7,78 persen. “Menurut BI mungkin itu akan aman saja. Tapi saya malah khawatir tergerusnya modal BI ini membuat mereka menjadi tidak kredibel. Kok di fikiran saya ya kelihatan semacam ada skenario untuk melemahkan BI,” tuturnya.

Termasuk misalnya ketika wacana akan dilakukannya perubahan UU bank sentral, walaupun prosesnya makan waktu lama tapi bisa saja kan terbit peraturan pemerintah pengganti undang-undang, kata Gus Irawan.(armin nasution)

Exit mobile version