Site icon Kaldera.id

Diskusi Srikandi UGM: Pulihkan Ekonomi Pasca Pandemi

YOGYAKARTA, kaldera.id – Serikat Mahasiswa untuk Indonesia Universitas Gadjah Mada (Srikandi UGM) menggela diskusi dengan tajuk “Upaya Strategis Pemulihan Ekonomi Nasional Pasca Pandemi Covid-19 Pada Sektor Pertambangan”, Kamis (19/11/2020).

Dalam acara yang digelar di Seven Stones Coffee Shop tersebut, hadir Singgih Widagdo, selaku ketua Indonesian Mining & Energy Forum (IMEF), lembaga yang fokus pada kajian tambang dan energi.

Selain Singgih, ketua Kamar Dagang Indonesia (KADIN) Kebumen Muhammad Faukhan, bersama peneliti muda Institute of Governance and Public Affairs, Arif Novianto, dan Debora Natasia selaku Menteri Sosial Kreatif BEM KM UGM 2020, juga hadir sebagai pemateri.

Penanggung jawab diskusi, M Subhi Adzimi, dalam pernyataannya menjelaskan bahwa acara ini merupakan respons atas kondisi krisis ekonomi, utamanya menyoal resesi yang baru-baru ini menimpa Indonesia.

“Pemerintah kemudian mengesahkan Omnibus Law sebagai solusi yang mereka tawarkan dalam menjawab lesunya ekonomi,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima redaksi.

Senada dengan pernyataan Adzimi, Singgih Widagdo dalam materinya menegaskan beberapa potensi atau nilai positif dari Omnibus Law untuk pemulihan ekonomi, terutama dalam hal pertambangan.

Singgih menjelaskan, melalui Omnibus Law Cipta Kerja, negara dapat mengatasi banyak masalah dalam pertambangan. Ia menyinggung, utamanya terkait macetnya hilirisasi saat ini.

“Kondisi ini [masalah dalam pertambangan] perlu diatasi, dan UU Cipta Kerja diletakkan untuk mengubahnya”, tegas Ketua IMEF itu, dalam materinya.

Muhammad Faukhan juga berpendapat demikian. Menurutnya, selain sebagai suatu terobosan dalam hukum, UU Cipta Kerja juga memiliki dampak positifnya.

“Namun, tetap perlu adanya sinergitas antara pemerintah, korporat, dan ilmuwan yang membuat pertambangan menjadi ramah lingkungan dan berdampak signifikan terhadap ekonomi,” tegasnya.

Omnibus Law Membahayakan

Sementara itu, kontra dengan Singgih dan Faukhan, kendati disebut dapat mengatasi masalah dalam pertambangan dan berdampak positif atas perekonomian, Debora Natasia menyoroti Omnibus Law yang menurutnya “berpotensi membahayakan lingkungan hidup.”

“Omnibus Law mereduksi prinsip kehati-hatian dalam lingkungan, dengan cara mengganti izin lingkungan dengan persetujuan lingkungan yang hanya sekadar justifikasi dalam upaya pengajuan usaha,” paparnya.

Ia juga mengatakan, meskipun di dalamnya membawa narasi mengenai pemulihan ekonomi, pemerintah harusnya fokus bukan hanya ke pengusaha saja. Namun, juga dengan rakyat secara luas.

Hal ini juga diafirmasi oleh Arif Novianto yang, kendati Omnibus Law merupakan terobosan hukum dan diklaim menjadi solusi lesunya perekonomian, mengatakan bahwa UU Cipta Kerja masih memiliki kelemahan di sana-sini yang masih harus diperbaiki.(rel/rani)

Exit mobile version