MEDAN, kaldera.id – Sejumlah akademisi memberikan pandangan soal sosok calon Wakil Walikota Medan. Aspek elektabilitas, kemampuan, etnisitas, peran dan fungsi harus diperhatikan calon Walikota Medan dalam menentukan pasangannya.
Akademisi dari USU, Agus Suryadi menilai calon Wakil Walikota Medan diperlukan sosok yang bisa saling mengisi. “Dengan kemampuan yang dimiliki pasangan tersebut bisa memulihkan pembangunan masyarakat secepatnya. Dengan begitu semua kepentingan bisa berjalan, termasuk visi misi,” ujar Agus, Kamis (10/7/2020).
Terlebih lagi tantangan ke depan cukup sulit akibat Covid-19 ini. Di mana, kesehatan, ekonomi harus dipulihkan. Penggabungan kemampuan dan inovasi pasangan ini sangat penting. Sehingga tidak lagi gamang dalam menghadapi situasi tersebut. Apalagi pemulihannya sangat mendesak.
Sejauh ini ada 2 nama calon Walikota Medan yang muncul yakni Bobby Afif Nasution dan Akhyar Nasution. Sementara, nama -nama bakal calon Wakil Walikota Medan yang mencuat dalam Pilkada Medan 2020 antara lain, Muhammad Hafez (Anggota DPRD Sumut FPKS), Wiriya Alrahman (Sekda Kota Medan) Aulia Rahman (Anggota DPRD Medan Fraksi Gerindra).
Menurut Agus, ketiga nama sosok wakil itu punya kemampuan dan pengalaman. Apakah itu di bidang politik dan pemerintahan. Maka jika disandingkan dengan bakal calon Walikota Medan yang bakal bertarung sangat kuat.
“Hanya saja pasangan ini nantinya lahir dari deal-deal tertentu. Saya pikir kalau kepentingan parpol tentunya ada deal-deal kepentingan tertentu. Makanya, pasangan seperti Soekarno-Hatta itu saat ini susah terjadi. Kejelian calon walikota diperlukan,” pungkasnya.
Dia berharap, ke depan sosok wakil tidak hanya sekadar seperti ban serap. Sehingga muncul banyak kasus dikemudian hari dan berakhir dengan pecah kongsi. “Artinya seorang kepala daerah harus belajar dari daerah yang kepala daerahnya langgeng sama wakilnya sampai dua periode,” tambahnya.
Menurutnya, akad komitmen yang kuat di awal periode sangat penting. Dengan begitu pasangan ini nantinya saling mengisi.
Aspek Etnisitas dan Pengalaman Wakil Walikota
Sementara itu, akademisi dari UMSU, Arifin Saleh Siregar mengungkapkan, melihat bakal calon walikota yang muncul dalam pilkada nanti berlatar belakang Mandailing, maka sosok wakilnya dilihat dari kesukuan harus berlatar belakang etnis, Melayu, Jawa, Minang, dan Batak Toba.
Sedangkan dari latar belakang profesi, harus birokrat. Bisa juga dari kalangan politisi. Sebab, bakal calon kepala daerah yang maju saat ini keduanya bukan berlatar belakang birokrat. “Wakilnya harus punya pengalaman birokrasi atau pengalaman mengelola pemerintahan,” tegasnya.
Selain itu, bakal calon wakil walikota haruslah populer di tengah masyarakat. Tidak cacat hukum dan tidak sekadar cerdas. “Keberadaan wakil walikota itu memperkaya pengetahuan si walikota nantinya. Harus melengkapi satu sama lain. Makanya, calon wakil walikota itu harus populer. Meningkatkan elektabilitas. Jadi nilai plus. Jangan malah merusak elektabilitas. Mengganggu,” katanya.
Untuk itu memilih pasangan dalam pilkada nanti haruslah orang yang tepat. Sehingga tidak jadi blunder di kemudian hari. Selain itu, yang mendaftarkan diri ke partai, bukan dipilih. Hal ini agar parpol memberikan pendidikan politik kepada masyarakat.
“Selama inikan banyak nama yang dimunculkan yang tidak mendaftar ke partai. Kalau Hafez boleh saja. Dia juga punya pengalaman sebagai politisi. Mewakili etnis. Bisa jadi nilai tambah. Begitu juga Aulia Rahman,” tuturnya.
Sementara, akademisi UINSU, Faisal Riza, mengatakan, pemilihan wakil walikota itu sangat tergantung respon dari wacana dominan. Misalnya figur Aulia Rahman selain representasi parpol besar, juga bisa mencuat kalau wacana pemerataan pembangunan di Medan bagian utara relevan.
“Wirya bisa dalam hal modernisasi birokrasi. Nah, untuk Hafez ini posisi unik juga. Karena beliau orang PKS, bisa saja strategies untuk mengalihkan konsentrasi dukungan. Selebihnya jaringan keagamaan dan etnisitas perlu juga dipertimbangkan,” pungkasnya.(reza sahab)