FUSI UINSU Gelar Diskusi Penundaan Pemilu 2024 dan Demokrasi

Dekan FUSI UINSU Prof Amroeni (tiga dari kiri) dan para narasumber berfoto bersama usai diskusi
Dekan FUSI UINSU Prof Amroeni (tiga dari kiri) dan para narasumber berfoto bersama usai diskusi "Penundaan Pemilu 2024 dan Dampaknya pada Demokrasi".(kaldera/HO-fusi)

MEDAN, kaldera.id – Wacana penundaan pemilu merupakan tema yang menarik untuk didiskusikan secara akademik. Hal ini dapat memberikan informasi yang objektif untuk masyarakat dan pengambil kebijakan.

Hal ini terungkap dalam Dialog Kebangsaan tentang “Penundaan Pemilu 2024 dan Dampaknya Terhadap Demokrasi” di Aula Fakultas Dakwah dan Komunikasi UINSU, Senin (3/4/2023).

Acara Dialog Kebangsaan dibuka oleh Dekan Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam (FUSI), Prof. Dr. Amroeni Derajat, M.Ag.
Dalam sambutannya Prof. Amroeni menegaskan bahwa pembahasan tema penundaan pemilu merupakan hal yang penting dan aktual untuk dibicarakan secara akademik untuk melahirkan informasi yang lebih objektif yang dibutuhkan pemerintah dan masyarakat.

Hadir sebagai Narasumber dalam Dialog ini adalah Prof. Dr. Katimin, M.Ag (Guru Besar Politik Islam UIN Sumatera Utara), Warjio, Ph. D ( Direktur Eksekutif Lembaga Electoral Institute for Development Quality (E-Dev) dan Dosen Politik USU, Agus Salam Nasution (Komisioner Bawasalu Sumut) dan Dr. Elly Warnisyah Harahap, M. Ag (Ka. Prodi S2 Pemikiran Politik Islam UINSU).

Anwar Pane yang menjadi moderator Dialog ini adalah salah seorang Mahasiswa S2 PPI UINSU.

Hadir sebagai peserta Dialog adalah Mahasiswa S1 dan S2 Prodi Pemikiran Politik Islam UINSU, Pegawai dan Dosen FUSI, Komisioner Bawasalu Kota Medan, Serdangbedagai dan Deli Serdang.

Dalam kesempatan ini Prof. Katimin menjelaskan bahwa penundaan Pemilu di Indonesia telah lenah terjadi tepatnya di masa Orde Lama yakni dari 1945 baru Tahun 1955 Indonesia mengadakan Pemilu. Terlepas dari perbedaan alasan-alasan yang dibangun di balik penundaan tersebut, tetapi pelung untuk terjadinya penundaan bukan mustahil bahkan sangat berpeluang.

Lebih jauh, Menurut Prof. Katimin, isu terbentuknya koalisi besar Parpol dapat menjadi modal politik yang dapat mewadahi penundaan pemilu jika benar-benar dikehendaki. Meskipun penundaan pemilu pastilah lebih banyak mudorat atau bahanya bagi kehidupan demokrasi, berbangsa, bahkan bagi perekonomian bangsa.

Peluang Penundaan Pemilu

Hal senada disampaikan oleh Warjio, Ph.D, yang berdasarkan prediksi akademik melihat bahwa peluang terjadinya penundaan pemilu bisa saja terjadi. Untuk itu, menurut Warjio, rakyat terutama lembaga penyelenggara Pemilu harus benar-benar bersiap.

“Kita perlu membekali masyarakat agar memiliki pemahaman yang baik tentang pemilu berkualitas, sebab dengan itulah masyarakat memiliki modal untuk bicara, bahkan untuk menetang jika penundaan pemilu benar-benar terjadi,” kata Warjio.

Lebih jauh Warjio mengatakan bahwa Dialog Akademik Tentang Penundaan Pemilu baru pertama kali diikutinya dan itu pada Prodi S2 PPI UINSU, karena itu dia berharap kegiatan semacam ini harua terus dilakukan sebagai salah satu bentuk partisilasi masyarakat kampus atau maayarakat akademik dalam mengawal Pemilu berkualitas.

Hal senada juga disampaikan oleh Dr. Elly Warnisyah dan Abdul Salam Nasution. Kedua Narasumber ini turut menghawatirkan jika penundaan Pemilu tersebut dapat berdampak mepada degradasi kualitas Pemilu seterusnya kualitas demokrasi di Indonesia.

Abdul Salam menegaskan akan terus melakukan kerja-kerja sosiisasi tentang pentingnya Pemilu berkualitas kepada publik dan Pemerintah sebagai upaya menjaga komitmen bangsa kita terhadap penegakan demokrasi termasuk komitmen kita untuk melaksanakan pemilu tepat waktu.

Acara Dialog Kebangsaan ini juga diisi dengan penandatangan MoU Kerjasama Antrara S2 PPI UINSU dengan Direktur Eksekutif Lembaga Electoral Institute for Development Quality (E-Dev) terutama dalam riset dan pengkajian politik dan demokrasi.(reza s/red)