Utang Paylater Indonesia Capai Rp30 Triliun, Beli Kebutuhan Sekunder dan Gaya Hidup

redaksi
17 Jan 2025 17:19
2 menit membaca

MEDAN, kaldera.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total utang masyarakat Indonesia di layanan paylater mencapai Rp30,36 triliun per November 2024. Angka itu meningkat dari bulan sebelumnya mencapai Rp29,66 triliun.

Total utang tersebut tersebar di industri perbankan dan industri multifinance yang menyediakan layanan buy now pay later (BNPL).

Sementara, data dari Pefindo Biro Kredit (IdScore) menggambarkan, fasilitas Pay Later banyak digunakan untuk pembelian produk sekunder, yaitu sebesar 41,9%, seperti transaksi menggunakan QRIS dan lainnya.
Kemudian, pembelian di e-commerce sebesar 33%, pembelian tiket untuk bepergian sebesar 21,1% dan 4% untuk pembelian langsung di toko.

“Saat ini kemungkinan besar kebutuhan pay later adalah untuk kebutuhan sekunder atau untuk gaya hidup saja,” ungkap Direktur Utama IdScore, Tan Glant Saputrahadi, dalam media gathering di Jakarta, kamis, (17/1/2025).

Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda melihat, fasilitas pay later merupakan cara yang paling mudah bagi masyarakat untuk mendapatkan pembiayaan. Pasalnya, mereka tetap butuh pembiayaan untuk membeli barang di tengah kondisi ekonomi yang sulit.

“Mereka tidak punya uang, untuk memenuhi kebutuhan ataupun gaya hidup. BNPL menjadi pilihan alternatif bagi masyarakat,” ungkap Nailul Huda kepada CNBC Indonesia, Jumat, (16/1/2025).

Huda melihat terdapat potensi gagal bayar yang naik seiring dengan pola konsumsi seperti ini. Selain itu, dampak negatif lainnya adalah perpindahan alokasi pengeluaran untuk sektor tertentu untuk membayar bunga dari BNPL.
Untuk diketahui, kredit macet atau non performing loan di BNPL pada November 2024 tercatat sebesar 3,21%. Meski demikian, angka ini telah turun dari titik tertingginya 6,66% di bulan September 2023.(cnn/cnbc/red)