Situasi dan kondisi pascabanjir yang melanda Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh, lebih parah dari apa yang terekspose di media sosial.
MEDAN, kaldera.id – Situasi dan kondisi pascabanjir yang melanda Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh, lebih parah dari apa yang terekspose di media sosial.
Banyak rumah warga hanyut dan hancur rata dengan tanah, jasad warga yang meninggal masih banyak belum ditemukan.
Situasi dan kondisi yang sangat memprihatinkan ini diceritakan Panji Akbar, salah seorang pengungsi di Posko Pengungsian Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri Patra Nusa, Aceh Tamiang via pesan WhatsApp (WA), Rabu (3/12/2025).
“Ya Allah, aslinya lebih parah dari itu (di media sosial). Banyak rumah hanyut dan hancur, sampai sekarang masih banyak jasad yang belum ditemukan,” ungkapnya.
Panji menambahkan, dia berhasil selamat dari banjir besar beberapa hari lalu bersama ibu dan adiknya. Mereka menyelamatkan diri ke dataran lebih tinggi, dan mengungsi di SMA Negeri Patra Nusa, Aceh Tamiang yang berjarak sekitar 10 sampai 12 kilometer dari rumahnya. Di posko tersebut, sedikitnya ada 1.000 pengungsi.
“Cuma handphone, laptop, dan ijazah yang bisa kuselamatkan. Lainnya habis semua sudah. Hari Jumat, 28 November 2025 kemarin, hampir mati kelaparan kami sekeluarga,” tuturnya.
Diceritakan lagi, saat ini jaringan listrik putus. Mirisnya lagi, bantuan apapun belum juga tiba, baik itu sembilan bahan pokok (sembako), air bersih, dan lainnya.
Kondisi yang tak kalah tragisnya juga terjadi Kecamatan Kuala Simpang, Tenggulun, Tamiang Hulu, Sekerak, dan Bandar Pusaka.
“Saat ini jaringan internet kadang hidup, kadang mati. Listrik masih mati total, makanya banyak warga yang gak bisa up ke media sosial. Bahan bakar minyak (BBM) pun langka. Sampai sekarang di posko pengungsian masjid di Desa Simpang Empat, Kecamatan Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang, belum ada masuk bantuan apapun,” keluh alumni Magister Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) ini.
Untuk bantuan bahan bakar minyak (BBM), Selasa malam (2/12/2025), sempat masuk ke lokasi. Namun sayangnya, ada mafia yang memainkan penyaluran BBM tersebut.
“Di sini, BBM dijual Rp70 ribu per liter dan itu pun sangat langka. Tadi malam di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Desa Paya Tenggar, Kecamatan Manyak Payed, sempat masuk BBM. Tapi banyak yang bermain di sana. Saat ini sangat-sangat tragis kondisi di lapangan,” rinci Panji.
Dia dan pengungsi lainnya berharap bantuan segera datang, agar bisa menyelamatkan para pengungsi dari kondisi krisis yang sedang dihadapi. (ari/red)