Ads

DPRD Medan Desak PT KIM Buka Akses Warga dan Miliki Izin Pendirian Tembok

redaksi
17 Jul 2025 00:33
Medan News 0 2
3 menit membaca

 

MEDAN, kaldera.id – Komisi 4 DPRD Kota Medan meninjau langsung pembangunan tembok yang dilakukan oleh PT Kawasan Industri Medan (KIM) di Jalan Mangaan 7, Gang Tembusan, Lingkungan 16, Kelurahan Mabar, Kecamatan Medan Deli, Rabu (16/7/2025). Pembangunan tembok itu mendapat protes dari warga karena menutup akses keluar masuk permukiman.

Peninjauan dipimpin Ketua Komisi 4, Paul Mei Anton Simanjuntak, didampingi Sekretaris Komisi Dame Duma Sari Hutagalung, serta anggota Lailatul Badri, Jusuf Ginting, Datuk Iskandar Muda, Edwin Sugesti Nasution, dan Zulham Efendi. Turut hadir perwakilan dari Satpol PP, Dinas PKPCKTR Kota Medan, camat, lurah, dan kepala lingkungan setempat.

Warga menyampaikan keluhan bahwa sejak tembok dibangun, sekitar 10 kepala keluarga di lingkungan tersebut terisolasi karena akses utama mereka ditutup. Warga bahkan terpaksa membuat tangga darurat dari kayu agar bisa keluar dari gang.

“Tembok itu dibangun sejak September 2024. Kami sempat memprotes, tapi tak digubris. Sekarang satu-satunya jalan keluar hanya melalui Gang Tembusan, jadi kami buat tangga kayu seadanya,” ujar seorang warga.

Merespons hal tersebut, Komisi 4 DPRD Medan menggelar pertemuan dengan pihak manajemen PT KIM. Direktur PT KIM, Daly Mulyana, menjelaskan bahwa lahan yang dipermasalahkan merupakan milik sah perusahaannya.

“Lahan ini termasuk dalam area 06 milik PT KIM, dan saat ini sedang dalam proses gugatan oleh Masyarakat Hukum Adat Deli (MHAD), bukan oleh warga yang menempatinya. Beberapa warga bahkan sudah bersedia pindah karena tidak memiliki dokumen kepemilikan yang sah,” ujar Daly.

Ia juga menambahkan bahwa pembangunan tembok dilakukan sebagai bagian dari upaya pengawasan dan telah diketahui oleh aparat penegak hukum.

Meski demikian, anggota Komisi 4 DPRD Medan, Lailatul Badri, menegaskan bahwa pendirian tembok tersebut tetap harus mengikuti ketentuan yang berlaku, termasuk kewajiban memiliki Izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

“Ini bukan soal siapa benar atau salah, tapi secara aturan, pendirian tembok seperti ini tetap wajib mengantongi PBG. Tidak bisa seenaknya membangun hanya karena merasa memiliki lahan,” tegas politisi PKB itu.

Ia juga menambahkan bahwa meski tembok berdiri tanpa bangunan utama, namun panjang struktur yang dibangun, yakni sekitar 6 meter, tetap masuk dalam kategori yang wajib dikenakan retribusi PBG.

Ketua Komisi 4, Paul Mei Anton Simanjuntak, menyampaikan hal serupa. Ia menilai PT KIM tetap harus tunduk pada regulasi yang berlaku terkait pendirian struktur fisik.

“Soal status kepemilikan tanah yang sedang disengketakan di pengadilan kita hormati. Namun, pembangunan tembok itu tetap harus berlandaskan hukum dan memiliki PBG,” tegasnya.

Paul juga meminta PT KIM untuk menunjukkan sikap empati terhadap warga yang terdampak. Ia menekankan bahwa di samping aspek legalitas, perusahaan juga harus mempertimbangkan sisi kemanusiaan.

“Kami minta PT KIM membuka akses keluar bagi warga. Jangan sampai masyarakat dikurung seperti ini. Proses hukum bisa tetap berjalan, tetapi kebijakan dengan hati nurani tetap dibutuhkan,” tutup Paul. (Reza)