Gubernur Sumut Bobby Afif Nasution bersama Kajatisu Harli Siregar. Foto; dokumen Dinas Kominfo Sumut
MEDAN, kaldera.id – Provinsi Sumatera Utara resmi menjadi provinsi ketiga di Indonesia yang menerapkan kerja sama antara pemerintah provinsi dan kejaksaan terkait pelaksanaan pidana kerja sosial bagi pelaku tindak pidana. Langkah ini menjadi implementasi nyata restorative justice (RJ) di Sumut, setelah sebelumnya lebih dulu diterapkan di Jawa Timur dan Jawa Barat.
Hal tersebut disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Undang Mugopal, dalam Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut dan Pemerintah Provinsi Sumut, yang berlangsung di Aula Raja Inal Siregar, Kantor Gubernur Sumut, Selasa (18/11/2025).
“Pelaksanaan pidana kerja sosial didasari putusan pengadilan, diawasi jaksa, serta dibimbing pembimbing kemasyarakatan. Delik yang dapat dikenakan adalah tindak pidana dengan ancaman kurang dari lima tahun, ketika hakim menjatuhkan pidana penjara maksimal enam bulan atau denda kategori II sebesar Rp10 juta,” ucapnya.
Ia menegaskan pidana kerja sosial tidak boleh dikomersialkan dan wajib dilaksanakan selama delapan jam per hari sesuai ketentuan KUHP 2023. Undang juga menjelaskan sejumlah pertimbangan jaksa dalam penerapan pidana kerja sosial, antara lain untuk terdakwa berusia di atas 75 tahun, pelaku baru pertama kali melakukan tindak pidana, kerugian korban yang tidak besar, terdakwa telah membayar ganti rugi, serta pertimbangan relevan lain.
“Ada 300-an bentuk kerja sosial yang dapat diterapkan, mulai dari membersihkan masjid, membersihkan selokan, hingga membantu pengurusan administrasi seperti KK dan KTP, disesuaikan kemampuan pelaku,” katanya.
Gubernur Sumut Muhammad Bobby Afif Nasution menyampaikan bahwa RJ merupakan salah satu Program Terbaik Hasil Cepat (PHTC) Sumut dan telah ia dorong sejak masa kampanye. Ia menegaskan pidana kerja sosial sudah masuk dalam RPJMD sebagai wujud keadilan yang lebih humanis.
“Per 1 Januari 2026 KUHP baru mulai berlaku dan di dalamnya terdapat aturan mengenai RJ. Banyak yang bisa ‘terselamatkan’ dengan penerapan ini, termasuk kondisi lapas yang kita ketahui bersama. Kalau semua sedikit-sedikit dipenjara, lapas penuh, dan keadilan yang humanis tidak ada,” ujar Bobby.
Ia meminta bupati dan wali kota untuk peka menerapkan pidana kerja sosial di wilayah masing-masing serta mempertimbangkan pemberian insentif sesuai mekanisme yang memungkinkan.
Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut Harli Siregar menegaskan bahwa penerapan RJ merupakan bentuk penegakan hukum yang humanis dengan mengutamakan perdamaian dan pemulihan hubungan. Menurutnya, RJ menjadi cara menyelesaikan perkara pidana ringan tanpa proses pengadilan yang panjang.
“Penandatanganan MoU pidana kerja sosial ini merupakan komitmen bersama untuk memberikan manfaat bagi masyarakat. Kita ingin menghadirkan penegakan hukum yang tegas namun inklusif. Saya meminta pemerintah kabupaten/kota segera membentuk tim teknis, menetapkan langkah operasional, menyusun SOP, dan menetapkan supervisi,” ujar Harli.
Pada kesempatan tersebut, Gubernur Sumut dan Kepala Kejati Sumut menandatangani PKS tentang Pelaksanaan Pidana Kerja Sosial, disusul penandatanganan kerja sama antara seluruh bupati/wali kota se-Sumut dengan para Kepala Kejaksaan Negeri. (Reza)