Terpapar Covid-19, Salamat Sianipar Diduga Korban Kekerasan

Koordinator Gotong Royong Nasional Pengendalian Covid-19, Sutrisno Pangaribuan sangat menyayangkan dugaan tindakan kekerasan yang dilakukan warga Dusun Bulu Silape, Desa Pardomuan, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba, Provinsi Sumatera Utara terhadap salah satu warga yang terpapar Covid-19, Kamis (22/7/2021).
Koordinator Gotong Royong Nasional Pengendalian Covid-19, Sutrisno Pangaribuan sangat menyayangkan dugaan tindakan kekerasan yang dilakukan warga Dusun Bulu Silape, Desa Pardomuan, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba, Provinsi Sumatera Utara terhadap salah satu warga yang terpapar Covid-19, Kamis (22/7/2021).

MEDAN, kaldera.id – Koordinator Gotong Royong Nasional Pengendalian Covid-19, Sutrisno Pangaribuan sangat menyayangkan dugaan tindakan kekerasan yang dilakukan warga Dusun
Bulu Silape, Desa Pardomuan, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba, Provinsi Sumatera Utara terhadap salah satu warga yang terpapar Covid-19, Kamis (22/7/2021).

Sebab, apa yang diduda dilakukan warga dusun tersebut dinilai tidak mewakili tindakan pencegahan, penanganan, maupun pembinaan.

Tindakan tersebut adalah tindakan perundungan, kekerasan, yang dapat memicu konflik horizontal.
Koordinasi oosko desa melibatkan ketua RT/ RW, kepala lingkungan atau kepala dusun. Sehingga, setiap peristiwa pencegahan, penanganan, pembinaan, dan pendukung pelaksanaan penanganan Covid-19 seharusnya terkoordinasi dengan baik.

Jika posko tingkat desa benar- benar ada, dan seluruh petugasnya memahami instruksi Menteri Dalam Negeri, maka seluruh tindakannya pasti manusiawi.

“Kekerasan dalam penanganan pasien terpapar Covid-19, apapun alasannya adalah tindak pidana. Oleh karena itu, sebagai negara hukum, demi mewujudkan kepastian hukum dan memberi efek jera, semua pelaku yang diduga melakukan tindakan kekerasan harus diproses secara hukum,” ungkapnya, Minggu (25/7/2021).

Menurutnya, pasien terpapar Covid-19 seharusnya ditangani secara persuasif atau dengan cinta kasih. Semua orang tidak pernah bisa memilih kapan tertular, kapan tetap sehat, maka siapapun pasien terpapar Covid-19 tidak seharusnya mengalami tindakan diskriminasi, perundungan, apalagi kekerasan.

“Kita seharusnya membangun semangat gotong royong dalam pengendalian Covid-19. Menggalang solidaritas dari seluruh komponen masyarakat,” ungkapnya.

Tindakan kekerasan ini membuktikan Pemkab Toba beserta seluruh jajarannya hingga tingkat dusun belum memiliki rencana aksi yang jelas terkait penanggulangan Covid-19.

Sebab, pemerintah pusat telah menerbitkan berbagai regulasi dalam pengendalian Covid- 19, namun secara operasional bermasalah. Pendekatan “top down” tanpa pelibatan masyarakat secara partisipatif akan membuat pengendalian Covid-19 berjalan lamban.

“Kita semua harus bergotong royong, bergandengan tangan agar kita segera dapat mengendalikan Covid-19. Libatkan dan berdayakan masyarakat dalam rencana aksi penanggulangan Covid-19,” tambahnya.

Sebelumnya, Bupati Toba, Poltak Sitorus menjelaskan terkait adanya seorang pria yang disebut dalam kondisi positif Covid-19 dianiaya warga kampung.

Menurut penjelasan disampaikan, pria tersebut bukan dianiaya, tapi diamankan karena lari saat menjalani isolasi mandiri (isoman).

“Bukan untuk kekerasan, hanya mengamankan. Saya lihat masyarakat desa juga sangat peduli dengan Pak Salamat Sianipar(pasien terpapar Covid-19) ini,” jelasnya, Sabtu ( 24/72021).(rel)