Ricky Alanda (kanan) dan Muhammad Ridwan Lubis mengungkap kondisi mereka sekarang menghadapi hidup pasca di PHK sepihak oleh Aryaduta Hotel.
Ricky Alanda (kanan) dan Muhammad Ridwan Lubis mengungkap kondisi mereka sekarang menghadapi hidup pasca di PHK sepihak oleh Aryaduta Hotel.

MEDAN, kaldera.id – Sebanyak 92 karyawan Hotel Aryaduta yang di PHK sepihak karena alasan hotel terimbas virus covid-19 menghadapi hari-hari menyedihkan. Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini berbeda sekali dengan sebelumnya.

Saat Ramadhan datang, di situ pula kabar mereka harus di PHK hotel langsung turun. Sedihnya PHK itu tak disertai pemenuhan kewajiban mereka secara penuh oleh hotel.

Maka wajar dua karyawannya yang di PHK saat ditemui kaldera.id, Rabu (13/5/2020), mengaku sangat sulit menghadapi kondisi ini.

Saat kebiasaan menghadapi Ramadhan dan Idul Fitri dengan keceriaan dan kekeluargaan, namun kini mereka harus memperjuangkan nasib atas haknya setelah di PHK.

Selain sedih, mereka merasa ada goresan perasaan yang mendalam ketika membahas PHK sepihak. Bagaimana tidak, sekarang seluruh karyawan harus bertahan hidup sendiri-sendiri tanpa ditopang perusahaan tempat mereka lama bekerja.

“Ya bagaimanalah bang. Sekarang kami harus berjuang sendiri-sendiri untuk menyambung hidup. Gaji tidak ada, sementara biaya hidup harus dipenuhi.

Masing-masing kami bertarung sendiri sekarang,” tutur Muhammad Ridwan Lubis, Duty Engineering Aryaduta kepada kaldera.id di Jl. Laksana Medan. Dia datang bersama Ricky Alanta, FO SPV Aryaduta.

“Kami sudah banting setir, ada yang jual sayur, jual gorengan, jual tahu keliling. Pokoknya yang penting ada usaha untuk menyambung hidup,” kata Ridwan. Dia mengatakan apa yang bisa menghasilkan dilakukan karyawan karena sama sekali sudah tak berpenghasilan.

Dampak Virus Corona PHK Sepihak Alami Karyawan Aryaduta

Kalau menjual barang yang dimiliki seperti sepedamotor, hape atau yang lain-lain jangan ditanya lagilah, itu sudah pasti, kata dia. “Apa yang dapat dan apa yang bisa itu dilakukan. Saya yang biasa di engineering pun mau jual jasa servis AC atau listrik misalnya,” kata dia.

Paling sedih setelah PHK, kata Ricky Alanta menambahkan adalah BPJS kesehatan karyawan sudah langsung dinonaktifkan. “Ada kawan-kawan yang sakit tak bisa klaim.

Kemudian ada karyawan yang mau melahirkan pun tak bisa lagi. Ini sebenarnya sungguh luar biasa. Mudah-mudahan jangan la kami ini sakit, kalau tidak tak bisa pakai BPJS lagi. Tega sekali memperlakukan karyawan seperti itu,” sambung Ricky.

Menurut dia, rata-rata karyawan yang di PHK sudah berkeluarga sehingga memiliki beban hidup lebih berat. “Mengharap bantuan pemerintah pun sudah tak mungkin.

Sebab jumlahnya juga tak banyak. Kita ada memang terima bantuan dan sudah disalurkan ke kawan-kawan,” ungkapnya.

Mereka berdua menuturkan kebijakan PHK yang penuh kejanggalan ini tak bisa diterima karyawan.

Kalau misalnya ada surat PHK dari hotel mereka bisa mengklaim BPJS Ketenagakerjaan. Nyatanya yang bisa mendapatkan itu adalah karyawan yang mau menerima keputusan hotel sebanyak 44 orang.

“Kalau kami ini ya akan terus berjuang hidup. Apa pun yang bisa menyambung hidup akan kami kerjakan,” tutur Ridwan. (armin nasution)