MEDAN, kaldera.id- Kasus perkara suap Walikota Medan non aktif dari hasil OTT KPK dengan terdakwa Dzulmi Eldin masih terus bergulir di persidangan. Meski sidang sebelumnya mengungkap peran besar mantan Protokoler Samsul Fitri yang meminta uang ke kadis-kadis hingga ia membangun rumah mewahnya, Eldin tetap dituntut lebih berat dari Samsul.
Dalam proses persidangan yang digelar di Ruang Cakra II Tipikor Pengadilan Negri (PN) Medan, Kamis (14/5/2020), tim Jaksa Penuntut KPK, Siswhandono, Mochamad Wiraksajaya dan Arin Karniasari menuntut terdakwa Dzulmi Eldin dengan hukuman pidana 7 tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selain itu, tim Jaksa Penuntut KPK juga menuntut terdakwa Dzulmi Eldin dengan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 tahun setelah terdakwa menjalani masa hukuman pidana pokoknya.
“Menjatuhkan hukuman tambahan kepada Dzulmi Eldin berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun setelah Dzulmi Eldin menjalani hukuman pokoknya,” tutur jaksa.
Dalam nota tuntutannya jaksa meminta agar majelis hakim memberikan hukuman pidana dalam kaitan Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Fakta yang Diungkap Jaksa Terlalu Dipaksa
Menanggapi tuntutan jaksa tersebut Pengacara terdakwa Dzulmi Eldin, Junaidi Matondang mengungkapkan, fakta-fakta yang diungkapkan jaksa dalam nota tuntutannya cenderung terlalu dipaksakan. Selain itu menurutnya jaksa hanya berpatokan kepada asumsi subjektif dalam mengemukakan fakta-fakta persidangan.
“Fakta-fakta yang dikemukakan oleh jaksa cenderung dipaksakan. Contohnya fakta tentang intruksi Eldin kepada Syamsul soal penerimaan uang. Selain itu dalam mengemukakan fakta Jaksa juga menggunakan asumsi subjektif, Jaksa berasumsi tidak mungkin Eldin tidak mengetahui tindakan Syamsul,” jelas Junaidi Matondang.
Selain itu, Junaidi mengatakan, fakta yang diungkap jaksa juga dinilai lemah karena tidak sesuai dengan fakta yang terungkap dalam persidangan. Fakta yang diungkap Jaksa menurutnya hanya berdasarkan keterangan beberapa saksi yang notabene juga bersifat asumsi semata.
“Kami menilai fakta yang diungkap jaksa lemah, jaksa mengungkap fakta hanya berdasarkan keterangan Syamsul Fitri dan Aidil yang dikatakan melakukan tindakan itu atas perintah walikota. Namun fakta dalam persidangan sendiri Aidil menyampaikan bahwa ia berpikir atau berasumsi bahwa tindakan Syamsul itu merupakan perintah walikota. Jaksa juga beramsumsi dalam hal mengungkap fakta-fakta ini,” jelasnya.
Oleh karena itu, pihaknya akan menyiapkan pledoi untuk disampaikan pada persidangan selanjutnya. Sementara itu usai mendengar tuntutan jaksa dan tanggapan kuasa hukum terdakwa, tim majelis Hakim kemudian menutup persidangan dan akan melanjutkannya kembali pada, Kamis (28/5/2020) depan dengan agenda Pledoi. (finta rahyuni)