PTUN Wajibkan Presiden Kembalikan Jabatan Evi Novida Sebagai Komisioner KPU

Evi Novida Ginting Manik
Evi Novida Ginting Manik

MEDAN,kaldera.id – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta meminta presiden untuk mengembalikan jabatan Evi Novida Ginting Manik sebagai Komisioner KPU RI sampai ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

Selain itu, dalam Putusan No. 82/G/2020/PTUN.JKT, PTUN juga memerintahkan atau mewajibkan Presiden Joko Widodo untuk menunda pelaksanaan Keputusan Presiden No. 34/P Tahun 2020 tentang pemberhentian dengan tidak hormat Evi Novida Ginting Manik sebagai anggota KPU masa jabatan 2017-2022.

Dalam putusan tersebut, sebagaimana tertulis di halaman 263 disebutkan dapat dipastikan tidak ada kepentingan umum yang terganggu baik secara aktual maupun potensial apabila kedudukan Penggugat dikembalikan seperti semula.

“Pertimbangan hukum putusan dalam penundaan tersebut harus diartikan, Presiden diwajibkan menunda Keppres 34/P Tahun 2020 dengan melakukan sesuatu bukan hanya dengan berdiam diri.

Cara yang tepat sesuai maksud putusan PTUN dalam penundaan yaitu presiden menetapkan keputusan guna menunda pelaksanaan Keppres 34/2020 dan memberlakukan kembali Kepres 43/P Tahun 2017,” kata Kuasa Hukum Evi Novida Ginting Manik, Hasan Lumbanraja kepada wartawan melalui rilis, Senin (27/7/2020).

Hasan menyatakan sejak tanggal 23 Juli 2020 amar Putusan ‘Dalam Penundaan’ berlaku serta merta dan sudah menunda daya berlaku Keppres 34/P Tahun 2020.

Mengembalikan Jabatan Evi Novida Ginting Manik

Meskipun daya berlaku Keppres 34/P Tahun 2020 sudah ditunda oleh Putusan PTUN, kewajiban presiden menurut putusan PTUN adalah mengembalikan jabatan Evi Novida Ginting Manik sebagai Anggota KPU.

Keputusan Presiden melaksanakan amar Dalam Penundaan Putusan PTUN Jakarta ini berlaku sementara sampai adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Dikatakan Hasan, dengan melakukan pengembalian jabatan Evi Novida Ginting Manik sesuai amar putusan PTUN dalam penundaan, presiden menjadi pihak yang memberikan perlindungan hukum Evi Novida Ginting Manik.

Lebih lanjut dikatakannya, ada dasar hukum yang kuat bagi presiden melakukan penundaan keputusan atas dasar putusan pengadilan sesuai ketentuan dalam Pasal 65 ayat 3 huruf b Undang-undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Dimana menurut Pasal 65 ayat (2) huruf b, penundaan keputusaan dapat dilakukan oleh pejabat pemerintahan yang menetapkan keputusan.

“Dalam lima hari setelah menerima Putusan DKPP 317/2019 Presiden menetapkan Keppres 34/P Tahun 2020. Ketaatan Presiden kepada Putusan badan semi peradilan seperti DKPP tersebut patut dipuji.

Putusan PTUN

Kiranya ketaatan yang sama bisa dilakukan Presiden juga terhadap Putusan PTUN ‘Dalam Penundaan’ yang bersifat mengikat secara serta merta sejak diucapkan,” tutup Hasan.

Sebelumnya, dasar pertimbangan putusan untuk mengembalikan posisi Evi Novida Ginting sebagai KPU RI diuraikan pada halaman 263 Putusan No. 82/G/2020/PTUN.JKT. Dalam pokok pertimbangannya majelis hakim menilai bahwa, proses pergantian antar waktu penggugat dari jabatannya masih sedang berlangsung dan sampai putusan dibacakan pengadilan tidak melihat adanya pejabat yang sudah defenitif ditetapkan menggantikan yang bersangkutan dari kedudukannya sebagai anggota KPU.

Kemudian masih pada halaman yang sama disebutkan jika dikaitkan dengan agenda kenegaraan yang akan berlangsung dalam waktu dekat seperti pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah pada Desember 2020 nanti, di hubungan dengan surat Ketua KPU perihal permohonan penundaan pelaksanaan putusan DKPP kepada ketua DPR dan kepada Presiden RI, pengadilan berpendapat bahwa penundaan pelaksanaan keputusan objek sengketa sampai berkekuatan hukum tetap akan memiliki urgensi dengan kebutuhan konsolidasi internal dan eksternal kelembagaan KPU dalam mengawal agenda, program dan/atau kebijakan organisasi KPU sebagai penyelenggara Pemilu.

Terlebih lagi dari sudut pandang hak asasi manusia, dengan tidak terpenuhinya right of self-defense kepada Penggugat, sehingga alasan pemberhentian penggugat mengandung cacat yuridis sebagaimana diuraikan sebelumnya.

Sebaliknya pengadilan berpendapat guna menjamin lebih tegaknya integritas Pemilu dan kepercayaan publik atas penyelenggaraan Pemilu, maka asas Pemilu yang jujur dan adil, sangat realistis untuk (electoral justice and administrative justice) dikonkritisasi juga bagi para penyelenggara Pemilu, dengan demikian permohonan penundaan pelaksanaan keputusan objek sengketa sampai adanya putusan badan peradilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkract van gewijsde) adalah beralasan hukum untuk dikabulkan. (finta rahyuni)