MEDAN, kaldera.id – Pjs Walikota Medan, Arief Sudarto Trinugroho sangat mengapresiasi dilucurkannya buku “Kamus Cakap Anak Medan” di areal depan Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU), Jalan Gatot Subroto Medan, Sabtu (7/11/2020).
Kehadiran buku ini diharapkan dapat memberikan manfaat sekaligus menjadi suatu kebanggaan karena Kota Medan memiliki bahasa yang punya ciri khas tersendiri.
“Saya ucapkan selamat atas diluncurkannya buku kamus ini. Semoga memberikan banyak manfaat untuk masyarakat Kota Medan khususnya. Hadirnya buku ini menjadi bukti bahwa kita harus bangga memiliki bahasa anak Medan sendiri yang menjadi ciri khas kita sebagai anak Medan,” kata Arief di sela-sela acara peluncuran.
Dia pun berharap agar anak Medan bangga menggunakan bahasa ciri khas Medan tersebut. Di samping itu juga dapat dipergunakan untuk menarik perhatian wisatawan dengan keunikan bahasa yang dimiliki orang Medan tersebut.
Apresiasi dan terima kasih juga diberikan kepada penyusun Kamus Cakap Anak Medan tersebut, karena telah memberi kontribusi bagi Kota Medan melalui penulisan buku tersebut.
“Dengan kehadiran buku ini, anak Medan semakin bangga dalam menggunakan bahasa khasnya sekaligus memperkenalkannya kepada para wisatawan yang berkunjung ke Kota Medan,” harapnya.
Pjs Walikota Medan Apresiasi Peluncuran Buku “Kamus Cakap Anak Medan”
Peluncuran buku Kamus Cakap Anak Medan yang disusun Choking Susilo Sakeh dan dieditori oleh Osmar Tanjung ini, merupakan salah satu rangkaian acara Peresmian kantor baru Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU) di areal Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU), Jalan Gatot Subroto Medan.
Penyusun buku Kamus Cakap Anak Medan, Choking Susilo Sakeh dalam pengantarnya menyebutkan, cakap Medan merupakan dialek yang telah terbetuk sejak dan selama ratusan tahun lalu.
Seiring dengan keberagaman etnis dan kultur yang ada di Medan. Bahasa dari etnis Melayu sebagai etnis tempatan di hilir dan etnis Karo di hulu bercampur aduk dengan bahasa etnis lokal Sumut antara lain Toba, Mandailing, Simalungun, Nias juga bercampur dengan bahasa etnis pendatang yakni Jawa, Minang, Aceh, dan Ambon.
“Bahkan bercampur aduk dengan bahasa asing yang sejak ratusan tahun lalu berinteraksi di Medan, antara lain Tamil, Cina, Arab, Belanda, juga Inggris,” sebut Choking.
Selain berisikan seribuan kata khas Medan, buku ini juga dihiasi dengan berbagai sketsa bangunan bersejarah di Medan. Sketsa-sketsa ini merupakan karya dari Charles Pandiangan ini.
Melalui karya sketsa ini, Charles menggambarkan Medan sebagai kota kaya akan bangunan bersejarah yang unik dan menarik. (reza sahab)