Site icon Kaldera.id

Dihantam Disrupsi dan Pandemi, Wartawan Sumut Dinilai Cukup Tangguh

Rapat evaluasi Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia Sumatera Utara (DK-PWI Sumut) di Medan Minggu (28/2). Rapat yang diadakan menjelang masa bakti Mei 2021 dihadiri oleh empat pengurus DK-PWI Sumut, yatu ketua Sofyan Harahap, sekretaris War Djamil, serta Azrin Maridha dan Nurhalim Tanjung sebagai anggota.

Rapat evaluasi Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia Sumatera Utara (DK-PWI Sumut) di Medan Minggu (28/2). Rapat yang diadakan menjelang masa bakti Mei 2021 dihadiri oleh empat pengurus DK-PWI Sumut, yatu ketua Sofyan Harahap, sekretaris War Djamil, serta Azrin Maridha dan Nurhalim Tanjung sebagai anggota.

MEDAN, kaldera.id – Insan pers dan wartawan di Indonesia, termasuk wilayah Sumatera Utara, sedang berjuang mati-matian untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi digital yang mendisrupsi media mainstream sejak beberapa tahun terakhir.

Para wartawan berusaha menjaga profesionalitas dalam menjalankan tugas jurnalistik, apalagi perkembangan teknologi telah melahirkan media online dan media sosial yang membuat distribusi berita lebih mengutamakan kecepatan daripada kecermatan.

Demikian hasil kesimpulan dari rapat evaluasi Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia Sumatera Utara (DK-PWI Sumut) di Medan, Minggu (28/2/2021).

Rapat yang diadakan menjelang akhir masa bakti pada Mei 2021 turut dihadiri oleh empat pengurus DK-PWI Sumut, yakni ketua Sofyan Harahap, sekretaris War Djamil, serta Azrin Maridha dan Nurhalim Tanjung sebagai anggota.

Kagum dengan wartawan dan pers di Sumut

Ketua DK-PWI Sofyan Harahap mengaku kagum dengan wartawan dan pers di Sumut tetap bertahan meski ditengah disrupsi (gangguan) teknologi.

Hal itu tentunya menunjukkan bahwa mereka (wartawan dan pers) cukup tangguh untuk menghadapi kondisi tersebut.

“Memang kecenderungan media online dan media sosial yang megutamakan kecepatan dalam menyampaikan berita seringkali mengabaikan kecermatan sehingga bukan mustahil berita tidak lengkap, sebelah pihak, tanpa cek-recek dan mengabaikan verifikasi, yang kemudian kerap bermasalah bagi wartawan maupun medianya. Apalagi kalau media-media tersebut ikut menyebarkan berita palsu atau hoaks pula,” kata Sofyan Harahap sambil menyebutkan contoh beberapa kasus pemberitaan di Medan dan Sumatera Utara.

Syukurnya, dia mengemukakan permasalahan pemberitaan di Sumut dapat diselesaikan dengan mengacu Kode Etik Jurnalistik dan Undang-undang No. 40/1999 tentang Pers.

“Sepanjang wartawan dan media berpedoman kepada aturan-aturan tersebut, Insyaallah terhindar dari masalah pemberitaan,” kata Sofyan Harahap menambahkan.

Wartawan bakal semakin tertata baik

Selain itu, dia juga menegaskan wartawan bakal semakin tertata baik dalam menjalankan tugas jurnalistik dengan diberlakukannya Kode Perilaku Wartawan, khususnya bagi anggota PWI.

Sementara itu, Azrin Maridha menyebutkan bahwa kondisi pers dan wartawan semakin babak belur dimasa pandemi Covid-19.

Pemasukan iklan berkurang dan tiras pun menurun

“Selain disrupsi (gangguan) teknologi, pandemi juga memengaruhi kinerja wartawan dan pers, khususnya media mainstream. Soalnya, pemasukan iklan berkurang dan tiras pun menurun. Hal ini berakibat banyaknya perusahaan media mengurangi gaji bahkan melakukan pemangkasan karyawan dan wartawan sehingga mengganggu fokus wartawan dalam menunaikan tugas jurnalistiknya,” sebut Azrin Maridha.

Karena itu, dia meminta pemerintah perlu menjaga keberlangsungan hidup pers dan menyelamatkan para wartawan supaya tetap dapat menyampaikan laporan berita bermutu, penuh tanggungjawab, serta jauh dari hoaks (berita bohong).

“Pemerintah harus memberikan bantuan konkret, baik berupa pemasangan iklan atau mendorong minat baca masyarakat dengan melanggani suratkabar, selain memberikan insentif pajak dan berbagai kemudahan untuk perusahaan media,” sebut Azrin Maridha menambahkan.

Sedangkan sekertaris DK-PWI Sumut War Djamil menuturkan, pers wajar meminta bantuan itu supaya tetap bisa membantu pemerintah untuk mencerdaskan masyarakat melalui pemberitaan yang bermutu dan bertanggunjawab.

“Toh, kalau pun pemerintah harus menyiapkan anggaran untuk memberikan bantuan kepada pers, tentu yang digunakan adalah dana publik yang diperoleh dari pajak masyarakat, sehingga tidak akan memengaruhi kebebasan wartawan dan media dalam menyampaikan berita untuk kepentingan publik,” tuturnya.

Rapat DK-PWI Sumut itu juga menyoroti rencana revisi Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Revisi diusulkan berbagai pihak karena setidaknya terdapat sembilan poin di dalam undang-undang itu yang kerap menimbulkan kegaduhan masyarakat ditengah maraknya pengunaan media sosial. Bahkan, kalangan pers menganggap poin-poin itu bisa menjadi ranjau hukum bagi wartawan dan medianya dalam menjalankan tugas pemberitaan.

“Undang-undang itu memang mesti direvisi supaya lebih ramah untuk wartawan dan masyarakat,” ungkap Nurhalim Tanjung yang diamini tiga pengurus DK-PWI Sumut lainnya.

Bahkan pengurus DK-PWI Sumut sepakat mengusulkan penghapusan beberapa poin, terutama yang membatasi kebebasan berekspresi serta pemutusan akses dan tindakan men-shutdown (mematikan) internet karena alasan tertentu. (rel/mustivan)

Exit mobile version