Ezzy Herzia (56), warga Jalan Imam Nomor 56, Kelurahan Tanjung Gusta, Kecamatan Medan Helvetia mendatangi Ombudsman RI Perwakilan Sumut untuk mengadukan tagihan air PDAM Tirtanadi miliknya yang melonjak hingga 8 kali lipat.
Ezzy Herzia (56), warga Jalan Imam Nomor 56, Kelurahan Tanjung Gusta, Kecamatan Medan Helvetia mendatangi Ombudsman RI Perwakilan Sumut untuk mengadukan tagihan air PDAM Tirtanadi miliknya yang melonjak hingga 8 kali lipat.

MEDAN, kaldera.id- Ezzy Herzia (56), warga Jalan Imam Nomor 56, Kelurahan Tanjung Gusta, Kecamatan Medan Helvetia mendatangi Ombudsman RI Perwakilan Sumut untuk mengadukan tagihan air PDAM Tirtanadi miliknya yang melonjak hingga 8 kali lipat.

Ezzy yang datang bersama anaknya itu menceritakan tagihan air dirumahnya normalnya hanya sekitar Rp200 ribu setiap bulannya. Namun, tagihan air milik BUMD itu perlahan mulai naik di bulan Desember 2020 sebesar Rp460 ribu, Januari Rp467 ribu, Februari Rp528 ribu hingga pada bulan Maret melonjak tajam sampai Rp4.236.000.

Tak hanya sendiri, lonjakan tagihan itu, sebut Ezzy juga dirasakan oleh beberapa tetangganya.

“Akhir-akhir ini dari Desember itu udah mahal, setiap bulan itu meningkat- meningkat terus. Yang terakhir semalam Rp500-an. Untuk bulan ini makanya kami kaget, oh gak betul ini Rp4 juta,” ujar Ezzy di Kantor Ombudsman RI perwakilan Sumut, Jumat (12/3/2021).

Padahal, kata ibu satu anak ini pemakaian air dirumahnya tidak berbeda dengan bulan-bulan sebelumnya. Selain itu, air PDAM itu juga lebih sering mati daripada hidup. Mutu airnya pun sebut Ezzy tidak begitu bagus.

“Hidup jam 2 pagi, nanti mati jam 7 pagi sudah mati. Kadang Zuhur hidup lagi tapi setengah jam aja, nanti hidup lagi pas mau Maghrib. Setelah satu jam baru mati lagi. Padahal pemakaian kami pun segitu-gitu aja. Mutu air pun gak bagus,” kesalnya.

Ezzy sendiri masih bingung untuk membayar lonjakan tagihan itu dengan uang apa. Pasalnya, Ezzy yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga itu sudah lama ditinggal suaminya. Ia kini hanya membuka butik pakaian dirumahnya.

“Kan gak semua orang mampu bayar itu, masyarakat ya merasa diberatkan. Apalagi
sekarang kan sudah tak ada,” sebutnya.

Mereka menduga kenaikan itu dikarenakan sistem PDAM Tirtanadi yang berbuah dari manual ke digital. Sehingga, kesalahan perhitungan di bulan-bulan sebelumnya dibebankan kepada bulan selanjutnya hingga terjadi kelonjakan.

“Kemarin petugas nya bilang kalau kita kayak terhutang, bahwa selama mungkin ibu bayarnya agak murah karena petugas gak nyatat sesuai meteran,dia hanya tebak-tebak aja. Terus setelah pembaharuan ini rupanya gak sesuai, jadi di bulan depannya itu dibebankan hutang tadi. Makanya mahal, itu keterangan dari karyawan yang datang kerumah untuk nyatat- nyatat itu,” pungkasnya. (finta rahyuni)