Site icon Kaldera.id

Pemprov Sumut Targetkan Kenaikan PBBKB yang Picu Kenaikan BBM Tambah Rp300 miliar PAD

Pemprov Sumatera Utara (Sumut) mengasumsikan kenaikan tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Pajak Rokok (PBBKB) yang memicu naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi akan menyumbangkan Rp300 milliar pendapatan asli daerah (PAD) Sumut

Pemprov Sumatera Utara (Sumut) mengasumsikan kenaikan tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Pajak Rokok (PBBKB) yang memicu naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi akan menyumbangkan Rp300 milliar pendapatan asli daerah (PAD) Sumut

MEDAN, kaldera.id- Pemprov Sumatera Utara (Sumut) mengasumsikan kenaikan tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Pajak Rokok (PBBKB) yang memicu naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi akan menyumbangkan Rp300 milliar pendapatan asli daerah (PAD) Sumut.

Dengan begitu, PAD yang awalnya hanya berkisar Rp800 miliar akan naik menjadi Rp1,1 triliun.

“Kalau penyetoran Pertamina seperti tahun-tahun sebelumnya mungkin realisasi 2020 sekitar Rp800 miliar sekian. Ini bisa teralisasi jadi Rp1,1 triliun. Jadi ada potensi kenaikan Rp300 milliar,” kata Sekretaris Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) Sumut, Victor Lumbanraja saat rapat dengar pendapat bersama Komisi B dan Komisi C DPRD Sumut, Senin (12/4/2021).

Namun, Wakil Ketua Komisi B, Zeira Salim Ritonga yang memimpin rapat masih mempertanyakan alasan Pemprov Sumut menaikkan tarif PBBKB. Pihaknya juga menyayangkan keputusan gubernur itu meski APBD 2021 sudah disepakati bersama.

“Kami juga tidak pernah diajak bicara sebelumnya, jadi estimasi kenaikan anggaran 2021 juga kami tak tau kenaikan itu untuk apa. Karena anggaran untuk 2021 itu sudah kita kunci, untuk apa?. Tentunya dengan adanya kenaikan ini pasti ada kenaikan pendapatan. Apa memang pendapatan kita tidak maksimal yang kemarin makanya dinaikkan,” ujarnya.

Menjawab hal itu, Victor Lumbanraja mengatakan bahwa kenaikan tari PBBKB di Sumut untuk mengoptimalisasi pendapatan.

“Bahwa ini kan dalam rangka optimalisasi pendapatan, kalau kaitannya dengan langkah selanjutnya ini kan asumsi. Kalau dibilang bahwa nanti berdampak kepada naiknya pendapatan ya kita tanya Pertamina bagaimana asumsi terhadap penjualan,” jelasnya.

Sama halnya dengan Zeira Salim, anggota Komisi B Mara Jaksa Harahap juga menyayangkan keputusan gubernur yang menaikkan tarif PBBKB dari yang awalnya hanya 5 persen menjadi 7,5 persen.

“Kalau dikatakan tadi asumsi memaksimalkan pendapatan daerah tapi tidak dipertimbangkan ini menyangkut hajat banyak orang. Kalau pun hanya Rp200 naik tapi itu kelindas ke bawah. Apa tidak ada lagi sumber lain yang bisa dimaksimalkan untuk pendapatan daerah?,” tanya Mara Jaksa saat rapat.

Ia juga menyebut sebelum keluarnya Pergub kenaikan tarif PBBKB ini, APBD di Sumut masih aman. Mara Jaksa secara pribadi juga meminta agar tarif PBBKB kembali diturunkan sehingga harga BBM bisa kembali normal.

“Sebelum ada Pergub ini aman-aman aja nya APBD kita, jadi kalau kita ikut-ikutan dengan daerah lain beda dia, kemampuan daerahnya berbeda, apakah ini memang substansi sehingga harus dinaikkan pajak ini. Maunya kita juga dilibatkan walaupun ini menjadi wewenang gubernur. Saya secara pribadi meminta ini dibatalkan saja, kembali ke 5 persen saja,” pungkasnya. (finta rahyuni)

Exit mobile version