Programmer Sakit, Keluhan Orangtua Soal PPDB Tak Diproses

Puluhan orangtua Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Sumatera Utara (Sumut) tahun 2021 kembali mendatangi kantor Dinas Pendidikan Sumut di Jalan Cik Ditiro, Selasa (22/6/2021).
Puluhan orangtua Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Sumatera Utara (Sumut) tahun 2021 kembali mendatangi kantor Dinas Pendidikan Sumut di Jalan Cik Ditiro, Selasa (22/6/2021).

MEDAN, kaldera.id- Puluhan orangtua Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Sumatera Utara (Sumut) tahun 2021 kembali mendatangi kantor Dinas Pendidikan Sumut di Jalan Cik Ditiro, Selasa (22/6/2021). Mereka mengeluhkan sejumlah kekacauan terkait PPDB.

Namun yang lebih disayangkan, disaat banyak orangtua mengeluhkan kekacauan PPDB itu, programmer yang harusnya menangani keluhan para orangtua itu sakit. Sehingga, keluhan-keluhan orangtua tidak bisa ditindaklanjuti.

Berdasarkan pengakuan dari Ketua PPDB Sumut Mohammad Ikhsan Lubis yang sakit ini merupakan ketua programmernya sehingga dengan ketidakhadiran ini membuat anggotanya tidak bisa bekerja.

Ida Pasaribu salah satu orangtua peserta PPDB turut kecewa dengan kejadian ini. Ia menilai alasan programmer sakit merupakan alasan yang mengada-ngada.

“Gak logis, masaan dinas sebesar ini programmer nya cuma 1, gak mungkin. Di SMAN 1 aja programmer ada 8 itu.
Kalau sakit yang satu bisa yang satu lagi,” kesal Ida di kantor Dinas Pendidikan Sumut.

Ia mengatakan sudah berulangkali mendatangi Dinas Pendidikan Sumut terkait keluhannya. Namun, hingga saat ini keluhan mereka tidak juga ditanggapi.

“Kami dari Jumat Sabtu, Senin, Selasa sudah datang kesini, gak jelas. Selalu diiming-imingi,” sebutnya lagi.

Ida mengatakan anaknya mengikuti jalur prestasi di SMAN 1 Medan. Namun, anaknya dinyatakan gagal, sedangkan temannya yang memiliki nilai lebih rendah dinyatakan lulus.

Ia berharap, Panitia PPDB secara transparan menjelaskan kepada para orangtua terkait semua keluhan orangtua. Namun, hingga saat ini menurut Ida, hal itu tidak juga dilakukan oleh panitia.

“Kita maunya jelas lah, transparan, atau manual kalau programmer nya sakit. Nilai terendah berapa?, Kami legowo kalau memang kalah anak kami, harus adil,” tegasnya.

Hal serupa juga disampaikan orangtua lainnya, Khairul Amri Ritonga. Ia juga meminta kejelasan kepada panitia PPDB terkait penilaian kelulusan PPDB.

“Kita minta kejelasan, misal di SMAN 1 nilai terendah berapa? Itu yang perlu kita tahu. Itu yang kita minta tapi sampai sekarang berbolak-balik belum ada kejelasan,” ujarnya singkat. (finta rahyuni)