Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumatera Utara (Sumut) mengungkapkan kekecewaan terhadap kepemimpinan Edy Rahmayadi dan Musa Rajekshah yang memasuki tahun ketiga menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut.
Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumatera Utara (Sumut) mengungkapkan kekecewaan terhadap kepemimpinan Edy Rahmayadi dan Musa Rajekshah yang memasuki tahun ketiga menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut.

MEDAN, kaldera.id- Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumatera Utara (Sumut) mengungkapkan kekecewaan terhadap kepemimpinan Edy Rahmayadi dan Musa Rajekshah yang memasuki tahun ketiga menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut.

Kekecewaan itu disampaikan saat Rapat Paripurna terkait Penyampaian Pendapat Akhir Fraksi-Fraksi DPRD Sumut terhadap Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provsu TA. 2020, di ruang rapat Paripurna DPRD Sumut, Kamis (24/6/2021).

Kekecewaan itu dirinci oleh Fraksi PDI Perjuangan dalam beberapa aspek, pertama terkait temuan BPK RI tentang 8 penggunaan anggaran yang belum bisa dipertanggungjawabkan oleh Pemprov Sumut. 8 penggunaan anggaran itu sebesar Rp70,1 miliar.

Fraksi PDI Perjuangan juga heran mengapa pengguna anggaran sebesar itu bisa luput dari pengawasan Edy Rahmayadi selaku gubernur.

“Dana kegiatan Covid-19 harus segera diusut tuntas,” kata Anggota Fraksi PDI Perjuangan Artha Berliana Samosir saat Paripurna yang dihadiri oleh Edy Rahmayadi itu.

Kedua, target dana bagi hasil (DBH) pajak yang hanya mencapai 81,28 persen. Ketiga, pencapaian pendapatan daerah yang sah hanya mencapai 65,23 persen.

Capaian mengalami kenaikan Rp104,1 miliar

Terkait hal ini, gubernur mengatakan bahwa capaian tersebut mengalami kenaikan sebesar Rp104,1 miliar dibandingkan tahun 2019.

Jawaban yang sama juga disampaikan Gubernur terkait persoalan lain-lain pendapatan daerah yang sah tahun anggaran 2021 yang realisasinya hanya 65,235 persen. Realisasi tersebut meningkat sebesar Rp19,7 miliar dibandingkan tahun 2019.

“Mengapa dibandingkan anggaran tahun 2018 tidak nyambung karena target pencapaian dan realisasinya pasti berbeda,” ujar Artha.

Keempat, pengangkatan dan penunjukan pejabat pemerintah dengan status pelaksana tugas (Plt) yang begitu lama. Selain itu, Fraksi PDI Perjuangan juga menduga ada unsur nepotisme dalam pengangkatan dan penunjukan pejabat tersebut.

Hal ini menjadi sebab sistem kerja di lingkungan Pemprov Sumut berjalan tidak sehat.

“Sudah setengah periode masa jabatan saudara gubernur, kita membutuhkan orang memahami kerja dan berkomitmen atas pekerjaannya untuk membangun dan menciptakan iklim kerja yang kondusif dan sehat,” sebutnya.

Atas keempat hal tersebut, Gubenur telah memberi jawaban. Namun, Fraksi PDI Perjuangan menilai jawaban tersebut sangat normatif dan cenderung apologatif.

Jawaban dalam bentuk normatif menurut Fraksi PDI Perjuangan terlihat pada kalimat yang disampaikan oleh Gubernur yaitu “Kami terima dan akan kami laksanakan dengan seoptimal mungkin”, atau “Adapun saran dari pimpinan dan anggota dewan yang terhormat akan kami tingkatkan ke depannya.

“Kalimat-kalimat Arif dan bijaksana tersebut hanya menjadi sebuah bualan dan omong kosong belaka,” kata Artha.

Artha mengatakan, Fraksi PDI Perjuangan sulit untuk menerima laporan pertanggungjawaban pelaksanaan LPJP APBD TA 2020. Namun, demi kepentingan kelanjutan pembangunan nasional dan diatas kepentingan rakyat Sumut, Fraksi PDI Perjuangan menerima LPJP tersebut. (finta rahyuni)