Site icon Kaldera.id

Dihantam Pandemi: Utang Negara Meledak, Red Alert BUMN

Alumni Universitas Padjadjaran (IKA Unpad) Fuad Rinaldi

Alumni Universitas Padjadjaran (IKA Unpad) Fuad Rinaldi

MEDAN, kaldera.id- Alumni Universitas Padjadjaran (IKA Unpad) Fuad Rinaldi yang juga Ketua Alumni Muda UNPAD khawatir terhadap jalannya roda ekonomi bangsa dan negara. Pasalnya, ditengah kondisi ekonomi bangsa selama dua tahun pandemi Covid-19, situasi ekonomi belum menunjukkan tanda perbaikan.

Menurutnya, menggilanya Covid-19 ini karena pemerintah tidak melakukan tindakan preventif yang cukup serius. Sehingga pandemi sulit untuk diukur kapan berakhir.

“Selama pandemi ini kuta harus khawatir bahwa negara kita telah masuk dalam posisi negara yang resesi, karena ketika dua kwartal berturut tingkat pertumbuhan ekonomi kita minus. Maka suatu negara kita dapat dikatakan telah masuk pada resesi ekonomi,” kata Fuad yang juga Wakil Ketua Kepemudaan IKA Unpad itu, Kamis (1/7/2021).

Utang pemerintah menyentuh angka RP6,5 triliun

Selain itu, kata Fuad BPK juga telah mengeluarkan rilis terbarunya tentang hutang yang harus menjadi concern pemerintah. Berdasarkan catatan kementrian keuangan per April 2021, utang pemerintah menyentuh angka RP6,5 triliun atau 41,18 persem PDB.

Walaupun dalam ketentuan UU Keuangan Negara Nomor 17 tahun 2003 batas rasio utang terhadap PDB adalah sebesar 60 persen, posisi utang pemerintah Indonesia saat ini, lanjutnya sudah masuk kategori mengkhawatirkan.

“Dengan meledaknya hutang, maka pembayaran bunga hutang negara juga akan naik, namun apakah berkeseuaian dengan trend penerimaan negara,” jelasnya.

Secara logika pandemi Covid-19 yang belum diketahui berakhir sampai kapan terus merongrong perekonomian nasional akan terus meningkatkan rasio utang terhadap PDB. Menurut Fuad, Pemerintah tidak bisa hanya berfokus kepada penanganan pandemi dan mengesampingkan pemulihan dampak ekonomi yang ditimbulkan.

Menghambat pemulihan ekonomi

Refocusing anggaran terhadap penanganan pandemi juga perlu diperhatikan. Pasalnya, hal ini dapat menghambat pemulihan ekonomi.

“Bahkan untuk menjaga kestabilan ekonomi pun akan sulit apabila aliran anggaran untuk pos pos lainnya tidak memadai. Apabila timbul gejolak ekonomi yang tidak terkendali, jelas saja rasio utang pemerintah terhadap PDB akan naik secara cepat dan signifikan. Akibatnya resiko gagal bayar bisa saja terjadi,” ujarnya.

*Kami bukannya tidak mendukung program pemerintah yang dibiayai oleh hutang. Tapi kita harus kritis sampai sebanyak apa kita harus berhutang ,target hutang kita sebenarnya berapa?dan buat apa? Road mapnya? serta penyelesaiannya seperti apa,” sambung Fuad.

Selain itu, Fuad mengatakan yang tidak kalah penting adalah bagaimana memastikan rencana economic recovery-plan setelah pandemi yang salah satunya melalui sektor infrastruktur dapat berjalan.

Namun, perlu di garis bawahi, Kondisi rata-rata BUMN Infrastruktur seperti PT Adhi Karya, PT Wijaya Karya dan PT Waskita Karya sudah memberikan Red Alert dari sisi risiko neraca laporan keuangan sepertinya memiliki kesulitan likuiditas.

“Indikatornya mudah saja, banyak sekali supplier BUMN Karya yang mengeluh dan berteriak tidak jelas kapan dibayar, bahkan ada yang sampai mengajukan gugatan PKPU,” sebutnya.

“Jangan sampai BUMN Infrastruktur keburu ambruk, alih-alih melakukan recovery, malah berujung likuidiasi dan pada akhirnya rencana recovery plan melalui infrastruktur yang dicanangkan tidak dapat tercapai,” tambahnya.

Fuad juga mengingatkan agar BUMN Karya nantinya tidak sampai melalukan pensiun dini kepada karyawannya. Selain itu, pemerintah juga harus konsisten menjalankan pemerintahan sesuai dengan tujuan negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam UUD45 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

“Jadi jangan sampai ketidakoptimalan penanganan pandemi, pengelolaan utang negara dan pengelolaan BUMN menyebabkan rakyat harus kembali menjadi korban,” pungkasnya. (finta rahyuni)

Exit mobile version