Site icon Kaldera.id

Gus Irawan: Utang LN Harus Tepat Sasaran

Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu

Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu

MEDAN, kaldera.id- Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu mengatakan tingginya gap antara pendapatan dan belanja negara membuat penambahan utang luar negeri (ULN) tidak bisa terelakkan. Kendati demikian, dia meminta pengelolaan dan pemanfaatan utang luar negeri dan hibah harus lebih produktif dan tepat sasaran.

“Kami meminta Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) hati-hati dalam merencanakan penambahan hibah dan pinjaman luar negeri. Kami berharap perencanaan tersebut dilakukan secara transparan dan selalu melibatkan pemangku kepentingan lain sehingga tidak ada hal yang ditutupi dan membahayakan di masa depan,” kata Gus Irawan Pasaribu, Rabu (23/6/2021).

Berdasarkan catatan Bank Indonesia (BI) ULN Indonesia pada akhir Februari 2021 adalah sebesar 422,6 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp6.169,96 triliun. Posisi ini meningkat 4,0 persen secara tahunan dan lebih tinggi 2,7 persen dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya secara tahunan.

“Meskipun posisi utang luar negeri kita masih dalam batas-batas toleransi, namun bagaimanapun juga hal itu tetap beban yang harus dipertimbangkan secara matang,” kata politisi Gerindra ini.

Kondisi keuangan negara sedang tidak baik-baik

Gus Irawan menilai jika saat ini kondisi keuangan negara sedang tidak baik-baik saja. Apalagi di tengah pandemi saat ini, di mana penerimaan pajak sebagai tulang punggung pendapatan negara kian turun. Di sisi lain, pemerintah harus mengeluarkan biaya besar untuk mitigasi dampak pandemi Covid-19 baik di sektor kesehatan, jaminan sosial, maupun pemulihan ekonomi nasional.

“Pinjaman luar negeri memang salah satu skema untuk memenuhi gap pendapatan dan belanja yang dialami pemerintah saat ini. Namun, rencana utang luar negeri harus dilakukan secara hati-hati,” terangnya.

Legislator dapil Sumut II itu berharap pemanfaatan ULN difokuskan untuk menggerakkan sektor riil yang terpukul akibat pandemi. Rencana-rencana strategis termasuk pembelian alutsista secara besar-besaran sebesar Rp1.700 triliun yang dibiayai dari utang luar negeri sebaiknya ditunda. “Fokuskan pemanfaatan utang luar negeri untuk program produktif yang bisa mendongkrak performa ekonomi kita yang masih terpuruk akibat pukulan pandemi,” tandasnya.

Sebelumnya, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam dengan Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI menyebutkan saat ini Indonesia mengantongi utang baru sekitar 1,7 miliar dolar AS atau sekitar Rp24,6 triliun dari Bank Dunia. Utang tersebut dikucurkan bertahap untuk mendukung tiga program pemerintah.

Pertama, sebesar 400 juta dolar AS untuk mendukung reformasi demi memperdalam, meningkatkan efisiensi dan memperkuat ketahanan sektor keuangan pada 11 Juni 2021. Selanjutnya, sebesar 800 juta dolar AS untuk mendanai reformasi kebijakan investasi dan perdagangan serta membantu percepatan pemulihan ekonomi pada 16 Juni 2021. Kemudian, 500 juta dolar AS untuk program penanganan pandemi Covid-19, termasuk penguatan sistem kesehatan dan program vaksinasi gratis dari pemerintah pada 19 Juni lalu.(finta rahyuni)

Exit mobile version