Alarm Harmonitas Dunia dari Gusmen

Rektor UIN Sumut Prof Dr Syahrin Harahap
Rektor UIN Sumut Prof Dr Syahrin Harahap

Oleh: Syahrin Harahap

Keberagamaan (religiositas) dunia digetarkan oleh pidato Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas, yang akrab disapa GusMen (Gus Menteri) saat menyampaikan pidato secara virtual pada Konferensi Antaragama G20 yang dipusatkan di Italia. Ada dua seruan yang disampaikan Gusmen yang teramat penting bagi masa depan harmonitas Indonesia-Asia Tenggara dan dunia.

Alarm Bagi Penjaga Keharmonisan Indonesia dan Asia Tenggara

Gusmen memberi alarm bagi para penjaga harmonitas negeri ini. Kalau selama ini senasib sepenanggungan yang menjadi basis nasionalisme kita, akan tetapi bagi generasi millenial kesamaan nasib itu menjadi terdistorsi akibat strata soaial dan ekonomi yang berbeda.

Disiniah Gusmen membunyikan alarm bagi penjaga keharmonisan negeri ini dan Asia Tenggara saat beliau mengatakan:

Sebagai penduduk asli Hindia Belanda dan telah mengalami diskriminasi sistematis, penghinaan, dan ketidakadilan yang dilakukan kolonialisme Belanda, para pendiri bangsa kita berusaha untuk membangun sistem pemerintahan yang didasarkan pada prinsip penghormatan terhadap hak dan martabat yang sama untuk setiap manusia.

Tanpa memandang suku atau agama; tanpa permusuhan atau kebencian; dan tanpa berusaha untuk meminggirkan atau menghilangkan orang lain.

Alarm Bagi Penjaga Keharmonisan Dunia

Bukan hanya bagi Indonesia dan Asia tenggara, tetapi Gusmen memberi alarm pagi para penjaga perdamaian dunia, saat beliau mengedepankan nilai-nilai universal yang dijadikan starting point dalam merumuskan Indonesia, dan nilai-nilai itu ternyata dijunjung tinggi oleh umat manusia dimana pun dan apa pun latar belakangnya.

Pertama, menerima dan menghormati negara bangsa yang berdaulat sebagai sistem politik yang mengikat rakyat setiap bangsa, tanpa menyebarkan atau mengejar agenda supremasi vis-a-vis bangsa lain.

Kedua, menerima dan menghormati hukum suatu negara yang mengikat seluruh penduduknya, yang tidak memberikan ruang bagi siapa pun untuk menyebut agama sebagai pembenaran untuk menghasut kekerasan dan/atau ikut serta dalam pemberontakan bersenjata terhadap otoritas negara bangsa yang sah.

Ketiga, melestarikan dan memperkuat tatanan internasional berbasis aturan yang didirikan di atas keadilan, kebebasan, dan perdamaian abadi,” lanjutnya.

Dengan prinsip-prinsip ini,—menurut beliau—para pendiri Indonesia menunjukkan komitmen mereka untuk melestarikan peradaban Islam besar yang didirikan oleh para pendahulu, yang berakar pada prinsip-prinsip rahmah (cinta dan kasih sayang universal), keadilan, dan nilai-nilai luhur agama lainnya.

Seruan Gusmen tersebut bagai asupan energi segar bagi Indonesia dan dunia dalam membangun kehidupan masa depan yang lebih baik, di era new normal pasca pandemi, yang semoga segera berakhir.

Do’a kami semua semoga Gusmen senantiasa dikaruniai kesehatan dan ke’afiatan dalam menjaga amanah harmonitas umat beragama dan dunia di masa datang. Wa Allâhu A’lamu bi al-Shawâb.(*)

*)Rektor UIN Sumut