Site icon Kaldera.id

Transisi Energi Jadi Grand Design Katalisator Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas

Transisi energi jadi salah satu solusi mendorong pertumbuhan ekonomi berkualitas untuk mengendalikan impor bahan bakar minyak sekaligus membangun infrastruktur listrik rendah karbon.

Transisi energi jadi salah satu solusi mendorong pertumbuhan ekonomi berkualitas untuk mengendalikan impor bahan bakar minyak sekaligus membangun infrastruktur listrik rendah karbon.

Medan, kaldera.id – INDONESIA sudah lama terjebak dalam defisit transaksi berjalan, setidaknya sudah 9 tahun, impor selalu lebih besar daripada ekspor. Kondisi ini terjadi salahsatunya disumbang impor bahan bakar minyak yang digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Bahkan 2018 Indonesia mencatat salah satu periode defisit transaksi berjalan terburuk karena sempat tiga persen dari PDB. Memang di 2021 sudah terjadi perbaikan neraca tapi ancaman itu tetap saja ada. Kenapa?

Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan saat ini impor BBM mencapai 1,5 juta barel per hari atau setara Rp200 triliun per tahun. Defisit transaksi berjalan bukan karena impor barang modal yang tinggi tapi impor barang konsumsi atau yang habis terpakai serta tak mendorong investasi di masa depan. Artinya yang diimpor hangus dibakar lewat mesin-mesin kendaraan dan konsumsi lainnya. Satu sisi defisit transaksi berjalan tak selalu buruk jika yang diimpor terdiri dari barang padat modal.

Tingginya defisit transaksi berjalan akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Menurut anggota DPR RI Komisi XI yang membidangi keuangan dan perbankan Gus Irawan Pasaribu, sepanjang defisit transaksi berjalan tinggi sebagai barang kosumsi, berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Gus Irawan mengungkapkan pertumbuhan ekonomi yang baik ditunjukkan dengan pendapatan penduduk juga meningkat, katanya Kamis (9/12/2021). “Selama 10 tahun terakhir pun kita terjebak hanya pada pertumbuhan lima persen. Tidak beranjak dari angka itu. Bahkan sepanjang pandemi kita mengelami kontraksi ke negatif,” katanya.

Dia mengatakan pertumbuhan ekonomi sebesar apapun menjadi tak berkualitas karena tingginya defisit transaksi berjalan diakibatkan sektor konsumsi. Artinya kemampuan internal tak mampu mengimbangi konsumsi dalam negeri sehingga mengharuskan masuknya produk impor yang membuat deifisit transaksi berjalan semakin lebar, jelasnya.

Untuk menurunkan defisit transaksi berjalan salah satunya mengembangkan industri dalam negeri guna memenuhi kebutuhan lokal dan mendorong ekspor, kata dia. Dengan begitu pertumbuhan ekonomi lebih berkualitas ditandai surplusnya neraca perdagangan.

“Kita bisa bedah. Apa misalnya yang menjadi komoditas tertinggi mempengaruhi defisit transaksi berjalan? Ya pasti bahan bakar minyak. Setengah dari kebutuhan nasional diimpor. Strategi ekonomi di dalam negeri harus dibenahi,” katanya.

Kurangi impor bahan bakar minyak

Menurut dia, untuk mengatasi defisit harus mengurangi impor bahan bakar. Lalu mensubstitusi penggunaan bahan bakar minyak ke sumber energi lain. “Negara kita ini kaya potensi listrik harusnya dimanfaatkan,” kata Gus Irawan yang dulu sempat lama di Komisi VII DPR RI yang khusus membidangi energi.

Dengan begitu pertumbuhan ekonomi berkualitas dan devisa negara tidak habis mengimpor bahan bakar, kata dia. Apa yang disampaikan Gus Irawan tentu menjadi acuan mengatasi defisit transaksi berjalan. Yaitu mengurangi langsung impor bahan bakar dalam negeri untuk beralih ke listrik dan membangun infrastruktur yang mendukung penggunaan energi ramah lingkungan ini.

Para petugas PLN terlihat sedang berupaya memulihkan jaringan karena gangguan. Ke depan transisi energi yang menghasilkan listrik dengan panas bumi, tenaga surya dan tenaga bayu akan lebih rama lingkungan.

Sisi tersebut kemudian yang sekarang sedang didorong pemerintah terutama kepada PLN dengan dua cara. Pertama road map energi yang kedepannya menggunakan listrik sebagai sumber utama kehidupan seperti kendaraan listrik dan kompor induksi, kedua mengubah mesin pembangkit listrik yang selama ini menggunakan bahan bakar minyak serta batubara ke energi baru terbarukan.

PR besar transisi energi

Simpelnya ini yang disebut Presiden Jokowi sebagai transisi energi. Pemerintah bersama dengan PT PLN (Persero) berencana mempensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara mulai 2025 mendatang. Langkah ini menjadi upaya menuju netral karbon 2060.

Pada 2030 ditargetkan akan terjadi pengurangan kapasitas PLTU 1 Giga Watt (GW) dari rencana mempensiunkan PLTU subcritical tahap pertama. Akan terus berlanjut secara bertahap hingga akhirnya pada 2056 tidak akan ada lagi PLTU beroperasi.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan berdasarkan data Kementerian ESDM, kapasitas pembangkit listrik berbasis EBT hingga 2020 mencapai 10.467 MW. Pada tahun 2021 ini ditargetkan meningkat menjadi 12.009 MW.

“Ini capaian bagus, untuk mencapai 23 persen, kerja 4-5 kali dari sekarang, sehingga bisa declare di tahun 2025 target 23 persen bisa tercapai,” paparnya dalam webinar IESR, baru-baru ini.

Dadan memaparkan sumber EBT terbesar milik Indonesia adalah energi surya dengan total potensi mencapai 207,8 giga watt (GW), namun pemanfaatannya baru 0,1 persen saja. Oleh karena itu, pemerintah terus mendorong pemanfaatan PLTS, salah satunya melalui PLTS Atap.

Presiden Joko Widodo mendorong PT PLN (Persero) menyiapkan target konkrit transisi energi. Misalnya dengan membidik peralihan kapasitas listrik 5.000 megawatt (MW) dari batu bara ke energi terbarukan (EBT) pada 2022.

“Khusus PLN bagaimana transisi energi bisa dilakukan. Ada target 2022 misalnya 5.000 MW harus digeser misal ke hidropower, bisa ke geothermal, bisa ke solar panel,” katanya melalui kanal YouTube Setpres.

Investasi infrastruktur

Presiden Jokowi menyadari penggunaan atau peralihan energi dari fosil ke energi terbarukan memerlukan investasi yang tidak sedikit. Namun, masalah ini perlu diselesaikan perusahaan setrum tersebut didukung bantuan internasional.

Jokowi menekankan adanya kontribusi untuk mendorong energi terbarukan. Negara maju sepakat upaya penurunan emisi karbon di negara berkembang lewat anggaran 100 miliar dolar AS per tahun. Namun, hingga kini realisasinya masih nihil. “Negara-negara gede jangan hanya bicara saja. Tapi ini problem gap [harga EBT dan fosil] ini siapa yang harus nanggung, siapa yang harus selesaikan. Kalau negara-negara berkembang gak mungkin.”

Presiden menyatakan negara maju sudah sepakat mengucurkan 100 miliar dolar AS per tahun di seluruh dunia. Apalagi Indonesia memasok target netral karbon atau net zero carbon pada 2060. Kebijakan diambil menyesuaikan dengan kebutuhan global untuk mengurangi dampak pengurangan iklim maupun pemanasan global.

Jadi jelas representasi dari keinginan presiden adalah transisi energi. PLN diminta mendorong pembangunan pembangkit listrik dari energi baru terbarukan di masa mendatang. Mulai dari pembangkit panas bumi, pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS, dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB).

Bahkan memungkinkan semua mesin untuk dialihkan menjadi mesin pembangkit listrik energi baru terbarukan. Apalagi hubungan listrik dengan pertumbuhan ekonomi sangat menentukan. Pengalaman dari Korea Selatan juga menunjukkan untuk mencapai level negara industri maju, kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB idealnya
berada di atas 30 persen.

Untuk mencapai level tersebut, dibutuhkan kapasitas listrik terpasang minimal 500 watt per kapita. Di Indonesia target kapasitas listrik terpasang per kapita ini 1.142 watt per kapita. Pada 5 tahun terakhir kapasitas pembangkit terpasang memang terus mengalami peningkatan. Di 2014, konsumsi listrik sebesar 910 kWh per kapita, 2015 naik menjadi 956 kWh per kapita, 2017 1.021 kWh per kapita, dan 2018 1.064 kWh per kapita.

Listrik dan industrialisasi

Fakta tersebut jadi kunci industri manufaktur akan tumbuh tinggi dengan sendirinya mendorong pertumbuhan ekonomi. Ini mengkonfirmasi bahwa listrik dan industrialisasi adalah komponen utama dan tidak terpisahkan dalam proses menuju negara berpenghasilan tinggi sebagaimana yang terjadi di Korea Selatan.

Apalagi target transisi energi tercapai akan ada dua dorongan besar dalam perekonomian yaitu menghambat defisit transaksi berjalan dan mendorong pertumbuhan ekonomi ramah lingkungan. Itu sebabnya untuk mencapai bauran energi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) dikebut.

Ketua Asosiasi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Riza Husni mengatakan saat ini masih banyak program EBT yang belum dapat direalisasikan karena sudah ada perencanaan pembangkit fosil masa lalu. Menurutnya, EBT yang berasal dari tenaga air merupakan pembangkit murah dan ramah lingkungan. Dia meyakini 2025 mendatang pemerintah akan melirik program EBT yang mengandalkan tenaga air.

Transisi energi ini memang seperti menjadi ‘harga mati’ bagi PLN. Presiden, Menteri BUMN, Menteri ESDM bahkan para anggota dewan di Komisi VII sudah nyaring besuara agar transisi energi ini benar dijalankan. Tantangan ini ada di tangah direksi baru PLN.

Roadmap energi bersih

Harapan besar itu diletakkan di pundak Dirut PLN Darmawan Prasodjo yang baru dilantik Menteri BUMN untuk menakhodai perusahaan pelat merah ini. Modal untuk transisi energi sudah dibangun sejak sosok dirut ini dulunya menjadi komisaris kemudian menjadi wakil dirut.

Apalagi sebenarnya PT PLN (Persero) baru saja menjadi juara The WBA Electric Utilities Benchmark 2021 di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Perusahaan BUMN energi ini menjadi yang terbaik dalam hal menekan emisi karbon atau transisi menuju energi baru terbarukan.

The WBA Electric Utilities Benchmark 2021 menyajikan peringkat 50 perusahaan listrik dunia berdasarkan penilaian terhadap komitmen menekan emisi karbon. Pemeringkatan ini memberikan semangat tambahan untuk PLN dalam melakukan transformasi dan mengejar target netral karbon pada 2060.

Penghargaan ini diraih PLN setelah meluncurkan strategi demi menjadi perusahaan listrik yang bersih dan hijau dan berkontribusi terhadap target netral karbon Indonesia pada 2060.

Salah satunya dengan menghentikan pembangunan serta mempensiunkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) eksisting secara bertahap. Berdasarkan peta jalan, PLN akan mempensiunkan PLTU subcritical sebesar 10 gigawatt (GW) pada 2035. Kemudian PLTU supercritical sebesar 10 GW juga dipensiunkan pada 2045. Tahap terakhir pada 2055, PLTU ultra super critical 55 GW dipensiunkan.

Pada saat bersamaan, PLN berinvestasi besar-besaran untuk mempercepat peningkatan kapasitas pembangkit energi baru terbarukan (EBT) hingga 20,9 GW, serta pengembangan teknologi penyimpanan listrik dalam bentuk baterai berukuran besar hingga teknologi penangkapan karbon dan hidrogen. Program lain yang disiapkan PLN untuk mendukung transisi energi, yaitu ekspansi gas, program co-firing, konversi PLTD ke EBT, hingga peningkatan efisiensi energi dan pengurangan susut jaringan.

Di sisi lain upaya dekarbonisasi juga memerlukan partisipasi publik. Masyarakat perlu mendukung penanganan perubahan iklim, setidaknya dalam perspektif konsumen. Sejumlah program transisi energi yang sekarang gencar dijalankan, seperti penggunaan kendaraan listrik, kompor induksi, dan lainnya bisa jadi pilihan masyarakat.

Tuntutan dan keinginan itulah sekarang yang harus direalisasikan di bawah nakhoda baru. Memang dilihat dari profil, sosok dirut yang baru ini dinilai Menteri BUMN Erick Thohir sebagai orang yang sangat kapabel dalam mendorong kemajuan PLN.

Percepatan transisi

Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru turut memberi harapan agar transisi energi yang sudah diwacanakan bisa wujud. “Kita ingin negara ini sebenarnya merdeka secara energi. Ada kemandirian energi. Kalau dengan potensi kita memaksimalkan penggunaan listrik dalam seluruh unsur kehidupan otomatis kita mengurangi impor BBM. Mengurangi impor BBM itu sama artinya kita merdeka secara energi. Dirut baru diharapkan mengurai semua masalah di PLN. Dengan tangan dinginnya diharapkan semua target terpenuhi maksimal terutama soal transisi energi,” jelasnya.

Dirut PLN yang sekarang Darmawan Prasodjo pasti sudah memikirkan itu. Menjadi Direktur Utama PLN yang baru, dia diharapkan bisa membuat terobosan mempercepat transisi energi sehingga tidak membebani negara dan masyarakat. Harapan pemerintah bukan tanpa alasan, karena sebelumnya sosok ini sudah pernah menduduki komisaris dan Wakil Direktur Utama PLN serta ahli energi dan kelistrikan yang telah berpengalaman puluhan tahun sejak masa kuliah dan berlanjut ke karier profesionalnya.

Apalagi post doctoalnya di AS pada bidang energi dan lingkungan dengan fokus pada perubahan iklim, energi baru terbarukan, transisi energi, dan international climate agreement. Untuk jenjang Doktoralnya pada Ekonomi Terapan dengan fokus pada energy policy, energy modelling, dan perubahan iklim di Texas A&M University, Amerika Serikat.

Sebagai ahli perubahan iklim level internasional, Darmawan juga memiliki kemampuan lengkap dan mampu bertindak strategis sekaligus operasional. Kuat dalam pemetaan risiko baik teori maupun praktik, sehingga bisa merancang dan menerapkan strategi dan taktik mitigasi risiko yang dapat dijalankan perusahaan.

Kemandirian energi

Di internal sendiri ada dua tangangan yang harus diselesaikan. Pertama kondisi keuangan perusahaan, kedua transisi energi yang dipastikan butuh investasi besar. Tuntutan transisi energi sebagai salah satu solusi besar terhadap masalah perekonomian Indonesia memang tidak bisa dilakukan sendiri. Butuh dukungan pemerintah pusat, daerah, partisipasi publik hingga bantuan luar negeri. Selain itu memang wacana memberi insentif terhadap penggunaan energi baru terbarukan sedang dikaji.

Pemerintah tengah mempertimbangkan untuk pemberian insentif kepada sejumlah industri yang menggunakan energi baru dan terbarukan untuk memacu bauran energi bersih dalam negeri. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan pemerintah belum dapat mengenakan sanksi denda terhadap industri yang menghasilkan emisi gas rumah kaca yang tinggi dan insentif pajak bagi pengguna energi baru terbarukan (EBT). Namun, pemerintah mengkaji pemberian insentif bagi industri yang menggunakan energi bersih dalam kegiatan produksinya.

Dalam konteks global transisi energi akan membawa Indonesia pada pertumbuhan ekonomi berkualitas, menekan impor yang membebani devisa negara serta mengikuti standar kelayakan emisi rendah karbon global.

Tentu saja transisi energi juga diharapkan tak menimbulkan masalah terutama pada pasok produksi batubara di dalam negeri dan penetapan harga listrik dari penyedia pembangkit mikro hidro yang menjual produksinya ke PLN. Transisi ini menjadi harapan besar pada pertumbuhan ekonomi berkualitas karena mengurangi ketergantungan impor, menyehatkan neraca transaksi berjalan serta menjadikan Indonesia merdeka secara energi.(armin rahmansyah nasution)

Exit mobile version