Site icon Kaldera.id

Punya 8.877 Hektar, Sumut Ikut Percepatan Rehabilitasi Mangrove

Pj Sekdaprovsu Afifi Lubis saat menandatangani komitmen percepatan rehabilitasi hutan magrove di Kendari

Pj Sekdaprovsu Afifi Lubis saat menandatangani komitmen percepatan rehabilitasi hutan magrove di Kendari

KENDARI, kaldera.id – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) ikut menandatangani komitmen kesepakatan dukungan percepatan rehabilitasi mangrove di Hotel Claro Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/2/2022) malam.

Sumut bersama Provinsi Riau, Kepri, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua dan Papua Barat termasuk dalam 9 Provinsi prioritas program rehabilitasi mangrove di Indonesia dengan target 600.000 hektare sampai tahun 2024.

Pj Sekretaris Daerah Provinsi Sumut Afifi Lubis menandatangani kesepakatan disaksikan Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Supriyanto, Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Hartono, Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi dan Pengurus PWI Nurzaman Mochtar.

Turut hadir pula pada kegiatan yang merupakan rangkaian Hari Pers Nasional (HPN) 2022 tersebut Gubernur Riau Syamsuar dan Wakil Gubernur Papua Barat Mohamad Lakotani.

Afifi Lubis mengatakan, Pemprov Sumut berkomitmen mendukung pencapaian target rehabilitasi mangrove. Hal tersebut mengingat keberadaan mangrove sangat penting bagi umat manusia di antaranya sebagai habitat biota laut dan penyerapan emisi karbon.

“Pemprov Sumatera Utara sangat mendukung, semoga program ini nantinya bisa terlaksana dengan baik sehingga hutan mangrove di Sumut semakin baik kondisinya dan selanjutnya akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat,” ujar Afifi di dampingi Plt Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Sumut Kaiman Turnip.

Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Kementerian KLH Bambang Supriyanto dalam sambutannya mengatakan mangrove merupakan ekosistem penting untuk perlindungan wilayah, lingkungan, kesejahteraan dan penting mitigasi perubahan iklim.

“Untuk itu kami merasa perlu dukungan semua pihak. Hutan mangrove punya nilai ekonomi potensial yang bisa kita realisasikan,” kata Bambang.

Ia menambahkan bahwa Peraturan Pemerintah dari Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan nilai ekonomi karbon (NEK) saat ini tengah diselesaikan. Harapannya, semoga perdagangan karbon bisa dilaksanakan khususnya untuk memberi insentif kepada masyarakat yang menjaga lingkungan mangrove.

“Kontribusi dan partisipasi Pemda luar biasa. Kami ingin memperkuat komitmen dengan Pemda agar percepatan rehabilitasi mangrove yang dilaksakan di 9 Provinsi dapat berjalan sinergis dan kolaboratif,” ujarnya.

Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia mencapai 3,364 juta ha atau 20,37 % total luas hutan mangrove dunia.

Berdasarkan Peta Mangrove Nasional yang resmi dirilis oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2021, diketahui bahwa dari total luas mangrove Indonesia seluas 3.364.076 Ha terdapat 3 (tiga) klasifikasi kategori kondisi mangrove sesuai dengan persentase tutupan tajuk, yaitu mangrove lebat, mangrove sedang, dan mangrove jarang.

Merujuk pada SNI 7717-2020, kondisi mangrove lebat adalah mangrove dengan tutupan tajuk > 70%, mangrove sedang dengan tutupan tajuk 30-70%, mangrove jarang dengan tutupan tajuk <30%.

Sebaran mangrove Indonesia dengan kondisi tutupan yang lebat tertinggi berada di Provinsi Papua dengan total luasan sebesar 1.084.514 Ha. Sebaran mangrove dengan kondisi tutupan sedang tertinggi berada di Provinsi Kalimantan Utara seluas 41.615 Ha dan sebaran mangrove dengan kondisi tutupan jarang tertinggi berada di Provinsi Sumutera Utara seluas 8.877 Ha .

Di Sumut pada tahun 2021 BRGM melakukan rehabilitasi mangrove dengan target luasan 21,37 ribu ha senilai Rp320 miliar yang melibatkan 152 desa di 52 kecamatan dan 16 Kabupaten.(yogo/red)

Exit mobile version