MEDAN, kaldera.id – Ketua KNPI Sumut, Samsir Pohan melalui Sekretaris KNPI Sumut,M Asril mengungkapkan, meskipun penyidik Kejaksaan Agung telah menetapkan empat tersangka dugaan korupsi minyak goreng, tapi elemen rakyat mendesak agar korporasi yang terlibat harus mendapat sanksi maksimal.
“Selama sebulan ini (kasus migor) senyap pasca ucapan Mendag yang mau ngungkap nama mafia penimbun migor. Tiba-tiba muncul dengan kasus ekspor migor. Cuma hanya menjerat sekelas komisaris dan manager perusahaan serta dirjen,” kata Asril, Rabu (20/4/2022).
Asril, DPD KNPI Sumut mengapresiasi Kejaksaan Agung yang sejak dikepalai ST Burhanuddin banyak menjadi harapan baru penegakan hukum. Termasuk penegakan UU Perdagangan yang menjerat pelaku korupsi ekspor Migor.
“Undang-Undang Perdagangan No7/2014 ini adalah pengaman pembangunan nasional di bidang ekonomi. Ini salah satu UU yang sangat menentukan ekonomi kita,” kata Asril.
Dikatakannya, UU Perdagangan seprinsip dengan kesejahteraan rakyat melalui prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
“Dan jika ada pelaku usaha yang tidak seprinsip dengan regulasi kita, maka pelaku usaha harus mendapat pidana maksimal,” kata Asril.
Kejaksaan Agung juga bisa menerapkan UU Tipikor
Untuk itu, selain menjerat dengan UU Perdagangan, Asril mendorong agar Kejaksaan Agung juga bisa menerapkan UU Tipikor dalam korupsi ekspor migor tersebut. Sehingga tidak hanya menjerat perorangan, melainkan korporasi dalam hal ini PT Musim Mas, PT Wilmar Nabati Indonesia dan Permata Hijau Grup.
Dalam Pasal 1 angka 3 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor dijelaskan bahwa yang dimaksud setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi.
Selain pidana denda, korporasi juga dapat diberikan tindakan untuk memulihkan keadaan seperti sebelum adanya kerusakan oleh suatu perusahaan. Sesuai dengan perkembangan ganti rugi juga dapat dijatuhkan pada korporasi sebagai jenis pidana baru.
“Selain itu juga dapat dijatuhkan sanksi berupa pidana tambahan yaitu penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk paling lama 1 (satu) tahun sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18 ayat (1) huruf c Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor,” urai Asril.
“Ini sangat perlu kami suarakan apalagi tiga korporasi ini berkantor di Sumatera Utara,” tambah Asril.
Menurut Asril, dicantumkannya korporasi sebagai subjek hukum tindak pidana korupsi dan diperlakukan sama dengan subjek hukum yang lain, yaitu manusia, akan memberikan harapan serta optimisme bagi upaya pengusutan korupsi secara tuntas dan efektif.
“Ini PR bagi Kejaksaan Agung yang menangani kasus ini. Mudah-mudahan kepercayaan masyarakat bisa meningkat bila Kejagung bisa menjerat korporasinya dengan menutup PT Musim Mas, PT PHG dan Wilmar Nabati Indonesia,” tukas Asril.
Sebelumnya Kejagung menetapkan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan berinisial IWW sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil atau CPO atau minyak goreng. Dia dijerat bersama dengan 3 orang lain dari pihak swasta.
Penetapan para tersangka
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengumumkan langsung penetapan para tersangka itu. Burhanuddin menyebut perbuatan para tersangka menyebabkan kerugian perekonomian negara.
Adapun 3 tersangka dari pihak swasta yakni MPT selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, SMA selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup (PHG) dan PT selaku General Manager di PT Musim Mas.
Hanya saja, Kejagung masih menerapkan UU Perdagangan kepada para tersangka.(efri)