Gus Irawan Pasaribu
Gus Irawan Pasaribu

MEDAN, kaldera.id- Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu mengingatkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan agar melakukan edukasi yang massif kepada masyarakat terkait pengintegrasian data Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Menurutnya, pengintegrasian tersebut merupakan hal yang baik untuk perkuat basis data perpajakan.

Sekaligus, memudahkan masyarakat karena tidak perlu repot mendaftarkan NPWP lagi. Namun, tegas Gus Irawan, bukan berarti semua yang memiliki NPWP langsung menjadi wajib pajak. Tetapi, mereka yang bayar pajak, adalah mereka yang memiliki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebesar Rp54 juta setahun. “Hal seperti ini yang saya kira perlu lebih disosialisasikan ke publik agar paham manfaat dan konsekuensinya,” kata dia, Senin (25/7/2022).

DJP secara resmi mulai menerapkan data NIK sebagai NPWP

Diketahui, pada peringatan Hari Pajak Tahun 2022 14 Juli 2022, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) secara resmi mulai menerapkan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Proses pengintegrasian NIK menjadi NPWP ini akan berlangsung secara bertahap dan mulai berlaku penuh pada 1 Januari 2024.
Karena itu, Gus Irawan meminta kepada DJP untuk terus bersinergi bersama Ditjen Dukcapil Kemendagri agar proses transisi ini berjalan lancar. Sinergi tersebut diperlukan untuk dilakukan validasi secara detil agar menghindari error. Sehingga, apabila ditemukan perbedaan, DJP juga perlu melakukan konfirmasi kepada wajib pajak atas data yang dimilikinya.

“Tak hanya itu, kesiapan sistem antar kedua instansi ini juga harus dipastikan bisa mendukung proses pertukaran data dengan baik,” ujar Gus Irawan. Lebih lanjut, dia mendesak pemerintah memastikan seluruh lapisan masyarakat memiliki NIK sebagai basis data kependudukan. Sebab, selain untuk kepentingan basis data perpajakan, NIK juga perlu untuk menjamin masyarakat yang rentan mendapatkan bantuan dari pemerintah yang didanai dari pajak kita.

“Apalagi, riset Bappenas menyebutkan adanya korelasi antara kepemilikan dan kemiskinan,” ungkap dia. Sebagai informasi, Bappenas menyatakan sebanyak 50,78 persen penduduk miskin di Papua tidak memiliki NIK. Selain itu, Bappenas juga menyebut sebanyak 22,72 persen penduduk miskin berusia 0-17 tahun belum memiliki akta kelahiran.(rel/arn)