Izin Hotel Sering Dipersulit, Pengusaha Mengadu Di Hadapan KPK Dan Dinas Provsu

Staf Ahli Gubsu Agus Tripriyono didampingi Ketua PHRI BPD Sumut Denny S Wardhana, memukul gong tanda dimulainya Rakerda PHRI kedua di Hotel Santika, Kamis (1/12/2022).
Staf Ahli Gubsu Agus Tripriyono didampingi Ketua PHRI BPD Sumut Denny S Wardhana, memukul gong tanda dimulainya Rakerda PHRI kedua di Hotel Santika, Kamis (1/12/2022).

Dari Rakerda II PHRI Sumut

MEDAN, kaldera.id-Para pengusaha hotel yang tergabung dalam wadah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) BPD Sumut serentak mengeluhkan uneg-unegnya di hadapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI dan dua dinas yang berhubungan dengan mereka saat Rakerda kedua PHRI Sumut.

Bertempat di Hotel Santika, Kamis (1/12/2022), para pengusaha itu berkesempatan menyampaikan semua keluhannya terkait perizinan dalam focus grup discussion (FGD) bertema bersama membangun transparansi perizinan untuk kondusifitas iklim usaha hotel di Sumut.

Hadir sebagai pembicara Rosanna Fransisca, Kasatgas Direktorat Anti Korupsi Badan Usaha KPK RI, Meike Moganai Ritonga, Kepala Bidang Bina Objek Wisata dan Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut, serta Golongan Kemit, Kepala Bidang Pelayanan Perizinan Infrastruktur Ekonomi dan Sosial, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPPTSP) Provsu. FGD ini dimoderatori Cahyo Pramono.

Rosanna Fransisca, (memegang mic), Kasatgas Direktorat Anti Korupsi Badan Usaha KPK RI berbicara di FGD terkait perizinan usaha dalam Rakerda PHRI kedua 2022.
Rosanna Fransisca, (memegang mic), Kasatgas Direktorat Anti Korupsi Badan Usaha KPK RI berbicara di FGD terkait perizinan usaha dalam Rakerda PHRI kedua 2022.

Di kesempatan itu Rosanna Fransisca menjelaskan wajah KPK jika dilihat dari sisi operasi tangkap tangan memang terkesan menyeramkan. Namun sebenarnya mereka juga punya divisi pencegahan, termasuk Kasatgas Direktorat Anti Korupsi ini, katanya.

Di awal FGD ketiga narasumber diberi waktu memaparkan beberapa hal terkait perizinan. Namun diskusi menjadi menarik ketika audiens diberi waktu bertanya. Para pengusaha langsung menyampaikan uneg-unegnya.

Beberapa pertanyaan itu antara lain ada hotel yang izin usahanya belum selesai namun yang datang razia malah polisi padahal izin sebenarnya diterbitkan  dinas. Mereka juga mengeluhkan sulitnya mengurus izin. Kemudian seringkali memakan waktu lama bahkan bukan rahasia umum lagi saat mengurus harus menggunakan uang agar lebih cepat.

Mendengar hal itu Rosanna Fransisca menyatakan semua keluhan itu harus dibedah case per case. “Kasus per kasus. Tidak bisa diselesaikan secara general. Maka bapak ibu pengusaha silakan sampaikan keluhannya apa dan bisa berkoordinasi dengan KAD (Komite Advokasi Daerah). Kita akan pilih-pilih bahkan jika bapak ibu perlu duduk dengan Kapolda pun kita fasilitasi jika menyangkut kepolisian,” katanya.

Rosanna Fransisca juga mendorong pengusaha hotel agar mau melapor jika diperlakukan sebagai obyek pemerasan atau dipersulit dalam mengurus izin. “Itu sebabnya di forum ini juga saya undang dua dinas terkait agar ketika ada masalah perizinan bisa diselesaikan di sini,” kata dia.

Menurutnya, tidak boleh lagi dunia usaha menjadi korban praktik korupsi atau melakukan hal-hal yang berhubungan dengan penyuapan. “Bapak ibu sampaikan ke kita, boleh melalui KAD. Jika terbentur pada dinas tertentu akan kita fasilitasi. Tentu butuh waktu namun semua proses akan dijalankan,” kata dia.

Sementara Disbudpar dan DPMPPTSP lewat Meike Ritonga dan Golongan Kemit menyatakan mereka tidak akan mempersulit perizinan hotel dan usaha pariwisata. Meike mengatakan saat ini tugas di dinas mereka hanya pada tahap verifikasi kemudian untuk penerbitan izin dilakukan DPMPPTSP.

Keduanya juga mendorong para pengusaha hotel mengurus izin melalui OSS (OnlineSingle Submission) untuk menyikapi pemberlakukan perizinan berbasis risiko. “Kita tidak main-main soal verifikasi. Kalau bapak-bapak merasa dipersulit itu ada staf kita yang bantu,” kata Meike sambil menunjuk satu stafnya yang hadir.

Hal senada disampaikan Golongan Kemit. Menurutnya, para pengusaha harus membiasakan diri mengurus sendiri termasuk OSS. “Memang kadang kita terbuai kalau diuruskan pihak ketiga kelihatan menjadi lebih mudah. Namun saat ada masalah kita tak tahu solusinya seperti apa,” kata dia.

DPMPPTSP pun, kata Golongan Kemit, menyiapkan layanan customer service untuk memandu semua proses penerbitan izin. “Tidak ada yang dipersulit. Apalagi ini di depan KPK. Jadi bapak ibu kalau ada kesulitan sampaikan ke kita,” ungkapnya.

Di tengah tanya jawab salah satu pejabat Pemko Medan dari Dinas Perizinan Terpadu Satu Atap menyatakan sekarang semua usaha perizinan hotel tidak ada lagi yang dihandle pemko dan pemkab. Semua sudah di provinsi, jadi maunya harus ada koordinasi terkait usaha mana saja yang mendapatkan izin, kata dia.

FGD ini merupakan rangkaian Rakerda Kedua PHRI Sumut yang dibuka oleh Staf Ahli Gubsu Agus Tripriyono di awal acara. Menurutnya, Pemprovsu berharap banyak pada usaha perhotelan dan pariwisata setelah pandemi. Untuk menunjang itu, dia juga menyampaikan proyeksi dibukanya dua ruas tol Tanjung Pura dan Indrapura untuk membantu menaikkan kunjungan wisatawan.

Hadir pada pembukaan, Ketua PHRI BPD Sumut Denny S Wardhana dengan memberi sambutan bahwa tema Rakerda meningkatkan kompetensi sumberdaya manusia menuju kebangkitan dan pemulihan ekonomi di Sumatera Utara.

Selain dia, turut di acara tersebut Sekretaris PHRI BPD Sumut Dewi Juita Purba, Kepala Dinas Pariwisata Kota Medan Agus Suriono, Ketua Panitia Rakerda Melkhy Waas, Ketua KAD Sumut Santri Azhar Sinaga, Parlindungan Purba, mantan anggota DPD, member PHRI serta beberapa pengurus asosiasi kepariwisataan lain. (red)