Komisi XI Minta Penggunaan Dana Pemulihan Ekonomi Dievaluasi

Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu
Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu

 

JAKARTA, kaldera.id- Pemerintah, melalui Kementerian Keuangan, telah mengumumkan laporan realisasi penggunaan dana Komite Penanganan Covid 19 dan Pemulihan Ekonomi Nasoonal (KPC-PEN) tahun 2022 yang mencapai Rp396,7 triliun atau 83,9 persen dari Rp472,6 triliun yang telah dianggarkan. Menanggapi realisasi anggaran itu, Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu mengungkapkan perlunya evaluasi penggunaan anggaran terutama terutama terkait dampak dari penggunaanya kepada masyarakat.

“Jadi, pajak yang kita bayar dan pembiayaan dari utang bisa mubazir jika tidak dievaluasi penggunaan anggarannya,” ungkap Gus Irawan di Jakarta, Rabu (18/1/2023).

Pernyataan tersebut juga sekaligus menyoroti realisasi klaster Pemulihan Ekonomi yang mampu menyerap anggaran hingga Rp183.4 Triliun atau melebihi pagu Rp178,32 Triliun. Diketahui, terdapat tiga klaster penggunaan anggaran PC-PEN di tahun 2022, antara lain Klaster Kesehatan, Klaster Perlindungan Masyarakat, dan Klaster Pemulihan Ekonomi yang juga meliputi dukungan untuk UMKM termasuk subsidi KUR.

Penggunaan dana pada klaster Pemulihan Ekonomi

Gus Irawan memberikan dua catatan terkait penggunaan dana pada klaster Pemulihan Ekonomi. Catatan pertama, terkait dengan dampaknya ke masyarakat. Menurutnya, hal ini sering luput dari evaluasi anggaran karena hanya melihat target realisasi (belanja) sedangkan kualitasnya jarang dikalkulasi.

Catatan kedua adalah tentang pemerataan dan penyebaran bantuan pada UMKM mengingat persoalan mendasar di Indonesia adalah terkait data. “Saya amati, kita belum memiliki data UMKM yang valid dan ini tentu bisa memunculkan pertanyaan baru, yakni tentang realisasi anggaran yang dimaksud,” imbuh Politisi Gerindra ini.

Merujuk pada pernyataan Menteri Koordinator bidang Perekonomian, pemerintah akan tidak mengalokasikan dana khusus untuk PC-PEN di APBN 2023. Sebagian pihak khawatir akan dampak dari keputusan tersebut terutama pada dukungan bantuan sosial dan pemulihan ekonomi yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari permasalahan yang masih terjadi karena dampak ikutan dari pandemi.

Terkait hal tersebut, Gus Irawan melihat bahwa pemerintah sudah memiliki program-program, yang salah satunya adalah Program Keluarga Harapan (PKH). Persoalan yang saat ini mendesak untuk diselesaikan, menurut Gus Irawan, adalah bagaimana pemerintah bisa mengurangi intervensi pada harga-harga barang yang diaturnya (administered price). Sehingga daya beli rakyat tidak terus tertekan.

Menjaga ketersediaan pasokan dan harga bahan pangan

Menurutnya, dalam transisi dari pandemi menuju endemi, hal utama yang harus dilakukan pemerintah adalah menjaga ketersediaan pasokan dan harga bahan pangan. Sehingga, perlu dipikirkan apakah program bantuan langsung non tunai dikembalikan ke posisi semula (tunai) agar jaminan terhadap pemenuhan beras atau bahan pokok bagi rumah tangga prasejahtera dapat menjadi lebih baik.

“Jadi, program-program tersebut saya pikir cukup dan tinggal bagaimana pemerintah berusaha maksimal meningkatkan efektivitasnya. Perlu kita pahami kekuatan pertumbuhan ekonomi kita adalah konsumsi rumah tangga yang besar. Seraya berharap meski tanpa dana PEN pemerintah juga mampu menjaga daya beli masyarakat dan mempercepat penciptaan lapangan kerja,” tuturnya.

Gus Irawan menilai bahwa penyerapan anggaran masih terus menjadi persoalan di Indonesia. Padahal, ekonomi nasional membutuhkan stimulus besar untuk mendukung pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19.(rel/arn)