Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI)
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI)

MEDAN, kaldera.id – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) menyetop sementara produksi dan distribusi obat yang dikonsumsi kasus baru gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA). Seperti diketahui, obat yang dikonsumsi pasien merupakan Praxion, penurun demam dengan jenis sirup.

“Dalam rangka kehati-hatian, meskipun investigasi terhadap penyebab sebenarnya kasus ini masih berlangsung, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah mengeluarkan perintah penghentian sementara produksi dan distribusi obat yang dikonsumsi pasien hingga investigasi selesai dilaksanakan,” tutur BPOM RI dikutip dari laman resminya, Senin (6/2/2023).

“Terkait perintah penghentian sementara dari BPOM, industri farmasi pemegang izin edar obat tersebut telah melakukan voluntary recall (penarikan obat secara sukarela),” sambung keterangan itu.

Sebelumnya, juru bicara Kemenkes RI Mohammad Syahril mengungkapkan, dari dua kasus yang dilaporkan, satu pasien masih berstatus suspek. Sementara satu kasus lainnya terkonfirmasi meninggal dunia.

Pada kasus pasien meninggal, diketahui merupakan anak berusia satu tahun. Anak tersebut mengalami demam pada 25 Januari 2023 dan diberi obat penurun demam yang dibeli di apotek.

“Diberikan obat sirup penurun demam yang dibeli di apotek dengan merk Praxion,” dikutip dari laman Kementerian Kesehatan RI, Senin (6/2).

Pada 28 Januari, pasien mengalami batuk, demam, pilek, dan tidak bisa buang air kecil (anuria). Kemudian, anak tersebut diperiksa di Puskesmas Pasar Rebo dan mendapat rujukan ke Rumah Sakit Adhyaksa.

Lantaran ada keluhan GGAPA, pasien akhirnya dirujuk ke RSCM. Namun pihak keluarga menolak dan memaksa pulang paksa.

Tepatnya 1 Februari, orang tua membawa pasien ke RS Polri dan mendapatkan perawatan di ruang IGD, pasien saat itu sudah mulai buang air kecil. Di hari yang sama, akhirnya dirujuk ke RSCM untuk menerima terapi fomepizole.

“Namun 3 jam setelah di RSCM pada pukul 23.00 WIB pasien dinyatakan meninggal dunia,” lanjut dr Syahril.

Sampai saat ini Kemenkes RI masih melakukan pengujian sampel darah pada pasien untuk melihat kemungkinan penyebab meninggalnya, termasuk dugaan cemaran etilen glikol dan dietilen glikol di luar ambang batas aman pada obat sirup tersebut.

Dalam keterangan resminya, investigasi disebutnya sudah dilakukan. Pihak BPOM RI juga sudah berkomunikasi langsung dengan Kemenkes sejak 2 Februari 2023.

Adapun beberapa hal yang diinvestigasi adalah sampel produk obat yang diminum pasien. Mereka juga menelusuri lebih lanjut bahan baku yang digunakan obat sirup tersebut.

“BPOM telah melakukan investigasi atas sampel produk obat dan bahan baku baik dari sisa obat pasien, sampel dari peredaran dan tempat produksi, serta telah diuji di laboratorium Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPPOMN). BPOM juga telah melakukan pemeriksaan ke sarana produksi terkait Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB),” imbuh BPOM RI. (detik)