Oleh Armin Nasution
UNIVERSITAS Negeri Medan (Unimed) Rabu pekan lalu menggelar wisuda pertamanya dengan tatap muka langsung. Kejenuhan calon sarjana yang selama ini mengikuti wisuda lewat jaringan terbayar lunas. Ribuan orang memenuhi kampus tersebut sejak pagi.
Bahkan calon wisudawan mungkin sudah harus grooming, ke salon dan berdandan sejak sebelum subuh kemudian berangkat ke kampus. Berbeda tentu ketika saat mahasiswa yang harus buru-buru kuliah jam 8.00, untuk mandi dan berdandan pun tak sempat.
Tapi memang ini wisuda, perhelatan akbar tanda kelulusan setelah bertahun-tahun duduk di bangku kuliah.
Seremoni pun berlangsung kemudian berakhir siang. Jika mau menyimak, sebenarnya wisuda bukan sekadar seremoni.
Ada pesan penting, pesan moral yang mendorong lulusan masuk ke dunia sebenarnya. Pesta pasti berakhir. Baju toga, makan bersama dan foto di karangan bunga, semua ditinggalkan.
Satu yang pasti, esoknya ribuan 1.350 lebih lulusan ini akan bertarung hidup mencari jati diri dan melanjutkan perjalanan. Nah dari mimbar wisuda itu orasi ilmiah yang disampaikan Prof. Syawal Gultom, ketua senat Unimed cukup menggelitik. Judul orasinya singkat tapi mengena.
Dia sampaikan rahasia sukses. Seperti biasa di tiap bicaranya akan banyak mengutip pakar dan para ahli yang disesuaikan dengan konteks kekinian. Kebiasaanya berbicara di depan publik membuatnya menjadi salah satu orator ilmiah sekaligus motivator terbaik. Bukan hanya di kalangan akademisi saja. Di kalangan wartawan pun beberapa kali dia diundang.
Tapi saat wisuda itu Prof. Syawal memang fokus pada bagaimana menggapai sukses. Wisuda ini akan berakhir, besok saudara-saudara akan kembali ke alam nyata, katanya. Sehingga yang perlu ditelisik adalah bagaimana mencapai sukses. Dia menyampaikan formulasi sukses itu sebenarnya 40 persen softskill, 30 persen network, 20 persen technical skill dan 10 persennya lain-lain.
Rumusan itu menunjukkan bahwa kemampuan (skill) bukan jaminan untuk sukses karena sebenarnya 80 persen keberhasilan setelah wisuda ditentukan oleh karakter. Itulah yang selama ini digaungkan Unimed sebagai the character building university. Technical skill (kemampuan) itu bisa pudar bahkan tak bisa dipakai lagi.
Kunci sukses adalah usaha plus hidayah. Jadi sukses itu seberapa besar usaha, seberapa besar doa dan bagaimana kita mencari hidayah. Sehingga yang menentukan sukses adalah karakter diri sendiri. Bagi sebagian orang, karakter adalah hal kecil tapi menjadi pembeda besar antara manusia. Seseorang yang hebat sesungguhnya karena punya karakter.
Kesuksesan juga dibangun dengan dasar growth dan progress. Andaipun kelak seorang sarjana sudah sukses punya banyak uang tapi ukurannya adalah seberapa bermanfaat kita untuk orang lain. Untuk sukses pun harus dimulai dari diri sendiri misalnya ketika esok setelah wisuda mulailah bangun pagi, disiplin kan diri.
Singapura itu negara kecil dan visinya satu kata saja: disiplin. Setelah disiplin cobalah terus menjadi pembelajar tangguh walau sudah sarjana, karena belajar yang sesungguhnya adalah setelah wisuda.
Kemudian terus kembangkan berfikir kritis (high order thingking skill), tetap memiliki mindset (terus berfikir) serta mengendalikan diri. Di ujungnya Prof. Syawal mengingatkan ketika kelak lulusan ini sukses mereka akan dibayar dengan materi. Dibayar dengan uang.
Uang itu adalah hamba yang baik tapi juga bisa menjadi tuan yang buruk. Itu sebabnya penghasilan yang didapatkan setidaknya memberi manfaat untuk orang lain. Seperti biasa ada hal paling menarik dari orasi ilmiah tersebut. Orientasi akhir dari semua yang disampaikan tentang kunci sukses adalah bahwa kita jangan sampai kehilangan nilai dan orietansi regilius.
Prof. Syawal Gultom mengingatkan kalau orientasinya dunia maka setiap hari akan terus berkurang. Karena sebenarnya hanya orang yang mencari hidayah-lah yang akan terus dibuka pintu rezekinya.
Jadi pesan penting di orasi ini sebenarnya silakan mengejar dunia tapi jangan lupakan nilai-nilai religius sebab orang yang paling mulia adalah yang bermanfaat untuk sesama. Di ujung pesannya Prof. Syawal menceritakan bahwa di Afrika setiap pagi rusa akan bangun dan berfikir bahwa dia harus berlari jauh lebih cepat dari harimau dan singa yang mengejarnya.
Lalu di sisi lain seekor harimau tiap bangun pagi harus terus berlari untuk mendapatkan rusa paling lambat sekalipun, kalau tidak dia akan mati. Tidak perduli kita akan jadi rusa ataupun singa tapi teruslah berlari esok pagi setelah tamat jadi sarjana.