MEDAN, kaldera.id – Ribuan mahasiswa Universitas Negeri Medan mengikuti Kuliah Umum dan Bedah Buku Aldera : Potret Gerakan Politik Kaum Muda 1993-1999 di Gedung Auditorium Universitas Negeri Medan, pada Kamis (2/3/2023).
Dengan keynote speaker Dr. Pius Lustrilanang, S.IP,. M.Si., CFrA., CSFA. dari Anggota VI Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). Dan narasumber bedah buku diantaranya Majda El Muhtaj, M.Hum (Dosen Fakultas Ilmu Sosial/Pakar HAM Internasional), Nelly Armayanti, SP., MSP. (Dosen Fakultas Ekonomi/Praktisi Demokrasi/Mantan Ketua KPU Medan), dan Dr. Roy T Pakpahan SH., M.Si. (Pemimpin Redaksi Law-Justice.co/ Tenaga Ahli BPK RI), dipandu moderator Risa Riskayanti (Kompas).
Dalam sambutannya, Rektor Prof. Dr. Syamsul Gultom, SKM., M Kes. mengatakan buku “Aldera” menjadi bukti dan wujud kepedulian Dr. Pius Lustrilanang, terhadap kemajuan bangsa melalui gerakan demokrasi yang membangun dan visioner.
“Sekaligus bukti kesungguhan dalam mendorong kaum muda Indonesia untuk terus bergerak menuju Indonesia Emas Tahun 2045. Pemuda Indonesia tidak boleh putus asa, dan harus meningkatkan kolaborasi di berbagai bidang untuk kemajuan bangsa dan negara menuju Indonesia Maju yang mensejahterakan rakyat,” kata Syamsul.
Dalam kuliah umum, Pius mengatakan buku Aldera ini merupakan peristiwa sejarah pra reformasi di Indonesia. Salah satu organisasi mahasiswa yang ikut menggaungkan reformasi dan aktif melakukan aksi adalah Aldera.
Pius berharap buku yang digagasnya ini dapat menjaga semangat kaum muda saat ini untuk tetap berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia.
Aldera adalah singkatan Aliansi Demokrasi Rakyat, yang telah berjuang jauh hari sebelum reformasi tersebut terjadi, yakni sejak awal 1990-an. Keberanian Aldera saat itu adalah hal yang jarang ada di era Orde Baru yang otoritarianisme.
Aldera memilih berada di jalur gerakan politik kerakyatan. Ketika gerakan mahasiswa memuncak di 1998 dan memaksa Soeharto turun dari kekuasaan, isu terpenting adalah anti KKN. Anti-KKN adalah salah satu representasi kegelisahan dalam semangat zaman.
Seiring berkembangnya reformasi dan tantangan-tantangan baru yang dihadapi Bangsa Indonesia, sambung Pius, peran mahasiswa masih saat ini untuk membentuk kesejahteraan rakyat. Dampak pandemi covid-19 dan ancaman resesi dunia saat ini, adalah tantangan yang harus dihadapi mahasiswa,” jelasnya.
Sementara itu, dalam paparannya Majda El Muhtaj mengatakan, saat ini mahasiswa memiliki tantangan tersendiri. Apapun zaman dan situasinya, mahasiswa harus menjaga semangatnya sebagai agen perubahan.
“Tentu kata reformasi itu, situasinya tidak sama dengan sekarang. Mahasiswa saat ini punya tantangan tersendiri. Tetapi meski begitu, semangat mahasiswa sejak dulu, harus selalu sama yakni membuat Indonesia lebih baik,” tegas pegiat HAM.
Narasumber lainnya, Roy Pakpahan mengatakan, mahasiswa harus kritis. Sikap kritis itu bisa didapat dari membaca dan mengamati. Tidak cukup sampai di situ, mahasiswa juga harus terbiasa menulis, setidaknya di pers kampus.
Sedangkan Nelly Armayanti mengatakan, jika mahasiswa 98 harus berdarah-darah turun ke jalan, namun mahasiswa generasi Z saat ini diuntungkan oleh kecanggihan teknologi.
“Sekarang dengan kecanggihan teknologi, mahasiswa bersama kaum terdidik lainnya bisa menggunakan media sosial untuk menyuarakan demokratisasi,” ungkap penggiat aktivitis perempuan.(rel/red)