Sejak Senin (8/5), nasabah PT Bank Syariah Indonesia Tbk mengeluhkan adanya gangguan pada BSI Mobile. Gangguan yang terjadi diduga akibat terkena perangkat pemeras atau biasa dikenal dengan Ransomware.
Sejak Senin (8/5), nasabah PT Bank Syariah Indonesia Tbk mengeluhkan adanya gangguan pada BSI Mobile. Gangguan yang terjadi diduga akibat terkena perangkat pemeras atau biasa dikenal dengan Ransomware.

 

MEDAN, kaldera.id – Sejak Senin (8/5), nasabah PT Bank Syariah Indonesia Tbk mengeluhkan adanya gangguan pada BSI Mobile. Gangguan yang terjadi diduga akibat terkena perangkat pemeras atau biasa dikenal dengan Ransomware.

Berdasarkan data yang terdapat pada Laporan Keberlanjutan BSI 2022, perusahaan menemukan ada lebih dari seribu ancaman kejahatan siber sepanjang 2022, tapi tidak ada yang berupa serangan ransomware.

Pada 2022, BSI menemukan ada 1.767 upaya phishing atau social engineering terhadap nasabahnya. Phishing adalah kejahatan siber berupa pengiriman alamat website palsu kepada nasabah, yang tampilannya sangat mirip dengan website asli.

Aksi itu bertujuan agar nasabah terkecoh dan memasukkan informasi pribadinya ke website palsu, seperti nama akun (username), kata sandi (password), nomor pin, dan sebagainya.

Adapun social engineering merupakan bagian dari phishing, di mana pelaku menghubungi nasabah melalui telepon, pesan singkat, atau media lain, lalu mengarahkan nasabah untuk membuka website tertentu dengan tujuan pencurian data serupa. Sepanjang 2022 BSI juga menemukan ada 232 kasus kecurigaan skimming di jaringan ATM Prima, dan 64 kasus di jaringan ATM Bersama.

Skimming adalah upaya pencurian data kartu ATM. Kejahatan yang juga tergolong cyber crime ini bisa dilakukan dengan memasang kamera tersembunyi di mesin ATM, untuk mengintip nomor pin kartu ATM nasabah.

BSI mengklaim keamanan data nasabahnya tetap terjaga

Ada pula skimming yang dilakukan dengan memasang alat khusus di lubang kartu mesin ATM, untuk menyalin data kartu ATM nasabah secara digital. Kendati demikian, dari seluruh temuan kasus tersebut, BSI mengklaim keamanan data nasabahnya tetap terjaga.

“Sepanjang tahun 2022, tidak terdapat pengaduan terkait kehilangan data nasabah yang berdampak material, serta tidak adanya pelanggaran terhadap privasi nasabah,” kata manajemen BSI dalam laporan keberlanjutannya yang dirilis bulan lalu (28/4/2023).

Bentuk penipuan yang paling banyak terjadi dilakukan oleh non-nasabah yakni mencapai 2.833 kasus, sedangkan indikasi penipuan oleh nasabah tercatat 990 kasus.

Berikut rincian temuan ancaman siber BSI sepanjang 2022 :
• Indikasi penipuan oleh non-nasabah 2.833
• Indikasi penipuan oleh nasabah 990
• Phishing atau social engineering oleh non-nasabah 1.767
• Kecurigaan skimming transaksi di ATM Prima 232
• Kecurigaan skimming transaksi di ATM Bersama 64

Menurut Laporan Keberlanjutan BSI 2022, terdapat 335.690 pengaduan nasabah terkait berbagai hal. Jenis pengaduan yang paling banyak diterima BSI ialah pengaduan karena proses transaksi dan fasilitas, yaki sebanyak 325.000.

Selanjutnya, 5.988 pengaduan terkait kejahatan eksternal perbankan, 3.856 pengaduan terkait produk, dan 846 pengaduan terkait layanan. Dari sisi salurannya, pengaduan melalui call center sebanyak 47.229, mobile banking 234.903, media sosial 2.243, kantor cabang 50.696, dan kantor pusat 619.

Dalam laporan tersebut, manajemen BSI menyatakan, penggunaan teknologi digital memberikan ruang bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan teknologi, terutama keamanan data, dan kerahasiaan pelanggan.

Maka itu, untuk menjaga keamanan dan perlindungan privasi nasabah, BSI berupaya memberikan sistem otorisasi yang ketat melalui pihak yang mempunyai tanggung jawab dan wewenang.

Upaya untuk menjaga keamanan data dan privasi pelanggan juga merupakan bentuk komitmen bank dalam menghormati hak asasi manusia. Hal ini sesuai dengan POJK No.1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan Standar Prosedur Bisnis Penghimpunan Dana.(katadata)