Ketua Kadin Sumut Firsal Ferial Mutyara
Ketua Kadin Sumut Firsal Ferial Mutyara

 

MEDAN, kaldera.id – Ketua Kadin Sumut Firsal Ferial Mutyara membawa pesan khusus terkait enviromental social governance (ESG) usai mengikuti Business Advisory Council (BAC) serta ASEAN business & investment summit sebagai rangkaian KTT ASEAN ke 43 yang dibuka resmi Presiden Joko Widodo, pekan lalu.

Kepada wartawan yang menghubungi Firsal Ferial Mutyara, Senin (18/9/2023), mengungkapkan bahwa saat ini isu industri adalah green economy (ekonomi hijau).

“Nah isu terkait green industry green economy ini dilaksanakan di Jakarta. Kita tahu sendiri kan saat pelaksanaan itu udara ibukota Jakarta sedang tidak baik-baik saja. Ada polusi. Polusi yang konon dikaitkan dengan keberadaan industri,” kata dia.

Sebenarnya, menurut Ketua Kadin Sumut yang juga akrab disapa Firsal Dida Mutyara ini, fokus BAC ASEAN yang dihadiri ribuan pengusaha itu memang cukup fokus pada isu enviromental social governance.

 

Standar praktik bisnis

Menurut Firsal Dida Mutyara, ESG adalah standar praktik bisnis yang memerhatikan keberlanjutan lingkungan, keberlanjutan sosial, dan tata kelola usaha yang baik.

Standar ini diukur melalui berbagai indeks termasuk S&P Dow Jones Sustainability World Index, SGX ESG Transparency Index, dan IDX ESG Leaders.

“Kalau kita lihat ESG ini maka kata enviroment ada di depan. Berarti memang dalam praktiknya itu yang harus didahulukan,” kata dia.

Topik ini menjadi tema global termasuk di KTT ASEAN dan BAC ASEAN di Jakarta, jelas Firsal Dida Mutyara.

“Artinya isu lingkungan sudah menjadi perhatian dunia. Tidak saja kita Indonesia, tapi seluruhnya,” kata dia.

Menurut Firsal, pelaku bisnis dan investor mulai menyadari kondisi bumi memburuk dan berdampak pada bisnis. Ketika bumi rusak pada akhirnya akan membuat semua bisnis mati.

ESG, kata dia, menjadi isu penting bagi perusahaan-perusahaan terkemuka di Indonesia dan dunia dalam rangka keberlanjutan bisnis dan tatanan kehidupan global di masa mendatang (sustainability).

Kepedulian terhadap lingkungan, sosial dan tata kelola perusahaan, kata dia adalah langkah baik.

Namun, perlu diingat ESG bukanlah sekadar reputasi kinerja, tetapi sesuatu yang harus holistik dan perlu direncanakan matang.

Ketika perusahaan sudah mengusung ESG, idealnya perusahaan telah berada di jalan tepat sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia yang ingin menuntaskan target sustainable development goals (SDGs) pada 2030 dan net zero emission (NZE) pada 2060 mendatang.

Karena itu pula Kadin sebagai organisasi membawahi pengusaha yang bergerak di dagang dan industri diarahkan untuk mengikuti konsep green economy ini, tuturnya.

“Kita sebenarnya pun sudah lama mengedepankan konsep ini termasuk misalnya pada industri sawit sebagai komoditas utama di Sumatera Utara. Tapi kita tahu sendiri isu sawit dibenturkan dengan sutainability (keberlanjutan).”

“Pada beberapa kesempatan termasuk saat menjadi pembicara di BI beberapa waktu lalu saya bisa katakan kami bisa menjamin bahwa sawit ini sustainable. Baik itu secara lingkungan maupun untuk ekonomi. Walaupun kemudian dihadapkan pada statement kerusakan lingkungan,” jelasnya.

“Industri sawit ini sustain. Harus kita fahami bersama. Yang harus dilakukan sebenarnya adalah bagaimana kita mendrive atau mengkonversi listrik kita dari pembangkit fosil seperti seperti minyak bumi dan batubara ke green economy. Untuk industri yang ramah lingkungan itu Sumut punya potensi,” jelas Firsal Mutyara.

Dia mengatakan potensi pembangkit listrik yang selama mengandalkan bahan bakar minyak juga batubara bisa digantikan dengan tenaga uap, mini hydro serta solar cell (matahari). Potensi ini cukup besar di Sumatera Utara, katanya.

“Hanya saja jika kemudian industri kita diarahkan untuk menggunakan pembangkit dari sumber ramah lingkungan itu membutuhkan investasi yang sangat besar,” jelasnya,

Menurut Ketua Kadin Sumut ini di kondisi sekarang yang paling memungkinkan dilakukan oleh industri adalah menggunakan bahan baku pembangkit listrik yang selama ini dari batubara dialihkan ke cangkang kelapa sawit.

Atau juga dari briket (kayu arang) yang juga banyak digunakan. “Dari situlah kita bisa masuk ke konsep renewable energy,” ungkapnya.

Untuk mendorong green economy ini tentu saja lewat konsep itu sebenarnya masyarakat ikut terlibat dan mengakomodasi usaha kecil menengah, kata Firsal Ferial Mutyara.

“Ke depan tentu isu lingkungan tetap menjadi fokus utama. Harapannya keberlangsungan bisnis ke depan harus mempertimbangkan lingkungan. Kadin Sumut akan terus berdiskusi dengan semua anggota untuk menjadikan ESG sebagai bagian dari dari tata kelola perusahaan yang baik,” tegasnya.