Zulkarnain
Zulkarnain

 

MEDAN, kaldera.id – Beredarnya informasi terkait Muscab Forki Kota Medan berakhir ricuh mematik respon dari pemerhati olahraga bela diri untuk berkomentar.

Hal ini dilakukan sebagai respon atau perhatian ditunjukkan sebagai kalangan terhadap olahraga tersebut ke depan.

Seperti yang disampaikan pembina Karate, Zulkarnain. Menurutnya, ricuhnya musyawarah cabang membuat dirinya merasa sedih dan prihatin.

Dirinya menilai hal seperti itu tidak harus terjadi bila semua pihak memegang teguh janji karate sebagai landasan falsafah karate.

“Bila semua pihak lebih mengutamakan pembinaan yang berkelanjutan kepada atlet karate di Medan diketahui sangat besar jumlahnya, tentunya kericuhan dapat dihindarkan,” ucapnya kepada wartawan, kemarin.

Dalam Muscab Forki Kota Medan, dari 23 perguruan karate yang terdaftar, hanya 12 perguruan yang mengikuti muscab. Bahkan 2 perguruan informasinya hanya sebagai peninjau.

Di sisi lain diperoleh berita sebanyak 12 perguruan menyatakan sikap muscab yang dilaksanakan tidak sah. Mereka menyatakan menolak seluruh hasil muscab dan terpenting menolak Ketua Umum Forki Medan terpilih.

“Kalau saya amati, awal kericuhan ditubuh Forki Medan tersebut dipicu oleh proses penjaringan calon ketua yang dianggap tidak profesional, bahkan jauh dari solidaritas dan rasa kekeluargaan yang seharusnya ada,” katanya.

Menurutnya, Forki adalah infrastruktur yang diperlukan agar mampu mengoptimakan sumber daya yang diperlukan untuk pembinaan atlet secara berjenjang. “Kalau sudah seperti ini apa yang bisa dilakukan Forki Medan ke depan,” tambahnya.

Dijelaskannya, dalam membangun olahraga butuh kolaborasi besar dan bersatu padu dari seluruh stakeholder yang ada. Oleh karena itu dibutuhkan kepemimpinan yang mumpuni untuk menggerakkan program kerja organisasi.

Untuk memenuhi itu, persyaratan pokoknya tentu seluruh perguruan harus bergandengan tangan secara erat dan satu misi untuk mewujudkan prestasi hebat karate di Kota Medan.

“Forki adalah wadah bersatunya seluruh perguruan menyusun program kerja dan melaksanakannya secara bersama sama dengan hatinya karate,” katanya.

Masih menurutnya, jika sebahagian besar perguruan tidak berada dalam satu perahu, tentunya Forki tidak ada yang diurus. Sebab, semua berada di luar Forki.

Inilah esensi perlunya pengurus yang kompak dan bangga dengan kebersamaan dan kekeluargaan yang dimiliki.

Kekisruhan ini tentunya tidak bisa menghimpun sumber daya yang diperlukan sekaligus menjalankan program kerja secara optimal.

Seluruh konsekuensi keadaan tersebut yang paling dirugikan adalah pembinaan atlet. Padahal aecara tradisi, Medan adalah gudangnya atlet karate potensial.

“Kalau kita msh mengatakan aku karate tentunya ini harus segera dibenahi dengan menyatukan seluruh potensi yang ada. Organisasi tidak boleh dijalankan hanya dengan aturan-aturan formal saja, tetapi harus dilengkapi moralitas, etika dan komitmen membangun karate yang hebat. Bila ini yang dilakukan akan membangun legitimasi dan kepercayaan yang besar dari seluruh stakehoder karate kepada Forki Medan. Melalui kepercayaan itulah Forki akan efektif menjalankan visi misi dan program kerjanya,” katanya.

Untuk itu dirinya meminta para pembina atlet karate melakukan rekonsiliasi besar. Seluruh pengurus bersatu padu dan bekerja keras melakukan pembinaan untuk melahirkan atlet berprestasi Kota Medan ditingkat nasional dan internasional.

“Sudah saatnya membuang seluruh kepentingan kelompok dan ego masing- masing yang sebenarnya ditonton entitas karate hanya seperti dagelan dan lelucon yang tidak perlu dipertontonkan. Saatnya bangun kolaborasi karate Kota Medan untuk prestasi hebat,” pungkasnya.(red)