Site icon Kaldera.id

DPP IGDA: Mas Nadiem, Menghapus UN Itu Berat

Sekjend DPP IGDA, Abdul Hafiz Harahap. (kaldera/ist)

Sekjend DPP IGDA, Abdul Hafiz Harahap. (kaldera/ist)

MEDAN, kaldera.id – Sekretaris Jenderal DPP Ikatan Guru dan Dosen Al Washliyah (IGDA) Abdul Hafiz Harahap menyarankan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim tidak terburu-buru terkait pergantian UN (Ujian Nasional) menjadi Ujian Kompetensi.

“Pendidikan ini sebuah sistem di Indonesia. Kita diatur oleh undang undang pendidikan bahkan untuk UN ada peraturan pemerintah yang mengatur soal itu. Kalau mau diganti atau dihapuskan UN, maka harus ada perubahan peraturan pemerintah dulu,” ujar Abdul Hafiz Harahap kepada kaldera.id di Medan, Jumat, (13/12/19).

Abdul Hafiz Harahap mengatakan ada beberapa tahap dan sistem yang harus disusun sehingga ada pula suatu konsep jelas pengganti UN. “Untuk kami menghapus UN ini berat. Kalau diganti sah saja. Seperti dulu ada EBTANAS diganti dengan UN. Tapi banyak hal yang harus diperhatikan kementerian. Sampai sekarang saja, persoalan UN kita belum tuntas. Contohnya UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer),” tutur Abdul Hafiz Harahap.

Nadiem juga dikatakannya, perlu memerhatikan wacana ini dengan seksama karena mengganti sebuah sistem bukan perkara yang mudah. “Saya pikir bahwa UN atau apapun penggantinya bukan seperti sistem aplikasi yang kalau sudah tidak ingin bisa ganti. Tidak semudah itu. Ini menyangkut banyak aspek yang penuh pertimbangan,” tambah Hafiz yang juga pakar literiasi media ini.

Kepala Sekolah Mendukung

Terpisah, Chandra, S.T., M.Si, Kepala sekolah Yayasan Perguruan Samanhudi Tanjung Pura, Langkat, mengaku mendukung rencana Nadiem menghapus UN. Karena selama ini UN selalu menimbulkan kecemasan pada siswa. Sebenarnya kata dia, sejak 2015 UN sudah tidak lagi menjadi penentu kelulusan. UN hanya sebagai alat pemetaan bagi kualitas pendidikan di Indonesia.

“Akan tetapi mindset UN sebagai penentu kelulusan sejak EBTANAS sudah terpatri di dalam pikiran guru-guru dan peserta didik di Indonesia sehingga menjadi satu momok menakutkan. Timbulnya momok menakutkan inilah yang membuat banyak peserta didik stress dan bahkan terdapat institusi pendidikan yang berani menghalalkan segala cara supaya hasil UN ini baik,” terangnya.

Ia juga mengatakan dengan adanya perubahan ini maka akan mendorong pula tercapainya mindset yang lebih baik baik untuk guru maupun siswa siswi yang menjalani. “Dengan diganti menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survey Karakter bagi kelas tengah (4 SD, 8 SMP dan 11 SMA) maka diharapkan mindset ini dapat berubah dan hasil asesmen dapat benar-benar dijadikan alat pemetaan kualitas pendidikan di Indonesia. Berhubung hingga saat ini, Indonesia masih bercokol di peringkat 74 PISA untuk asesmen literasi dan numerasi (Bahasa, Matematika dan Sains),” tukasnya.

Diketahui, rencana perubahan dan peniadaan UN tersebut disampaikan Nadiem ketika menghadiri rapat koordinasi bersama Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (11/12/19). Nadiem mengatakan peniadaan UN akan dilaksanakan mulai 2021, dan akan diganti dengan Kompetensi Minimun dan Survei Karakter.(miftha huljannah)

Exit mobile version