Aziz Syamsuddin Dilaporkan ke MKD Soal Suap Walikota Tj Balai

Lembaga Pengawasan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) melaporkan Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Senin (26/4/2021).
Lembaga Pengawasan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) melaporkan Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Senin (26/4/2021).

JAKARTA, kaldera.id- Lembaga Pengawasan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) melaporkan Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Senin (26/4/2021).

Ia diadukan karena diduga menjadi perantara pertemuan antara Walikota Tanjungbalai M Syahrial (MS) dan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Stefanus Robin Pattuju (SRP). Pelaporan tersebut diajukan oleh Wakil Ketua LP3HI Kurniawan Adi Nugroho.

“Benar sudah diadukan pada Senin. Pengaduan dugaan pelanggaran kode etik Azis Syamsuddin,” kata Kurniawan seperti dilansir dari Kompas.com, Selasa (27/4/2021).

Dikatakan Kurniawan, tindakan Aziz tersebut diduga telah melanggar kode etik sebagaimana diatur Peraturan DPR RI Nomor 1 tahun 2015 tentang Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat.

Kurniawan menilai, peran Azis dalam kasus tersebut sudah jelas seperti yang diungkapkan KPK dalam konferensi pers 22 dan 24 April 2021.

“Azis diduga memerintahkan ajudannya menghubungi SRP untuk datang ke rumah dinasnya. Artinya, Azis justru memfasilitasi terjadinya pelanggaran hukum yang dilakukan MS dengan SRP,” sebutnya.

Padahal, menurutnya, hal itu tak seharusnya dilakukan oleh Azis dengan melayani keinginan Syahrial untuk bertemu penyidik KPK. Pasalnya, kata Kurniawan pertemuan penyidik maupun pimpinan KPK dengan pihak yang akan diperiksa KPK sejatinya dilarang oleh hukum.

Azis, kata dia, seharusnya sudah mengetahui hal tersebut lantaran telah lama duduk di Komisi III yang justru bermitra dengan KPK.

“Seharusnya dia ikut menegakkan aturan itu dengan menolak keinginan MS yang ingin penyelidikan KPK tidak naik ke penyidikan,” ujarnya.

Menurut Kurniawan, tindakan yang dilakukan Azis adalah agar kasus jual beli jabatan di Pemerintah Kota Tanjung Balai yang menjerat dirinya itu tidak naik ke tahap penyidikan.

Oleh karenanya, kata dia, Azis kemudian menerobos semua aturan tersebut dengan memfasilitasi pertemuan antara MS dan SRP.

“Aturan internal KPK dan Pasal 65 UU KPK yang pada intinya melarang pegawai atau pimpinan KPK bertemu dengan pihak-pihak yang terlibat dalam perkara yang ditangani KPK adalah untuk menutup celah adanya deal-deal di lorong gelap,” tutur dia.

Seperti diketahui, kasus suap senilai Rp1,5 miliar yang dilakukan oleh Walikota Tanjungbalai MS kepada SRP ini juga melibatkan peran Wakil Ketua DPR RI, Aziz Syamsuddin (AZ).

Aziz juga diketahui merupakan Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar. Sedangkan MS adalah Ketua DPD Golkar Tanjungbalai.

Firli Bahuri dalam konferensi pers sebelumnya mengatakan Aziz menjadi orang yang memperkenalkan MS dengan SRP. Pertemuan itu dilakukan di rumah dinas Aziz pada Oktober 2020 lalu.

Dalam pertemuan tersebut, Aziz memperkenalkan SRP dengan MS karena diduga MS memiliki permasalahan terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemko Tanjung Balai.

“MS meminta agar SRP dapat membantu permasalahan penyelidikan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh KPK,” kata Firli Bahuri.

Menindaklanjuti pertemuan dirumah Aziz, SRP kemudian mengenalkan Maskur Husain (MH) yang merupakan seorang pengacara kepada MS untuk bisa membantu permasalahannya.

SRP bersama MH sepakat untuk membuat komitmen dengan MS terkait penyelidikan
dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjung Balai untuk tidak ditindaklanjuti oleh KPK
dengan menyiapkan uang sebesar Rp1,5 Miliar.

“MS menyetujui permintaan SRP dan MH tersebut dengan mentransfer uang secara
bertahap sebanyak 59 kali melalui rekening bank milik Riefka Amalia (RA) teman dari saudara SRP dan juga MS memberikan uang secara tunai kepada SRP,” jelas Firli.

Pembukaan rekening bank oleh SRP dengan menggunakan nama RA dimaksud telah
disiapkan sejak bulan Juli 2020 atas inisiatif MH. Setelah uang diterima, SRP kembali menegaskan kepada MS dengan jaminan kepastian bahwa penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjung Balai tidak akan ditindaklanjuti oleh KPK.

Dari uang yang telah diterima oleh SRP dari MS, lalu diberikan kepada MH sebesar Rp325 juta dan Rp200 juta.
MH juga diduga menerima uang dari pihak lain sekitar Rp200 juta. Sedangkan SRP dari
bulan Oktober 2020 sampai April 2021 juga diduga menerima uang dari pihak lain melalui
transfer rekening bank atas nama RA sebesar Rp438 juta.

Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan tiga orang tersangka. Ketiga tersangka yakni MS selaku Wali Kota Tanjungbalai, penyidik KPK dari Polri SRP dan seorang pengacara berinisial MH.

Atas perbuatan tersebut, SRP dan MH disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 UU No. 20 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan MS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 UU No. 20 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (finta rahyuni)