Pertumbuhan Ekonomi Rendah, Gus Irawan Sarankan Konsolidasi Fiskal

Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu
Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu

JAKARTA, kaldera.id- Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu menyapkan paparan Badan Pusat Statistik (BPS) terkait ekonomi triwulan IV secara kumulatif 2021 dianggap jauh dari memuaskan. Karena, kata dia, pertumbuhan ekonomi seharusnya bisa mencapai angka 5 persen karena trend windfall lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya akibat adanya kontraksi.

“Perbandingan ekonomi Indonesia triwulan IV-2021 terhadap triwulan IV-2020 mengalami pertumbuhan sebesar 5,02 persen (year on year), sedangkan secara kumulatif perekonomian Indonesia tahun 2021 hanya tumbuh sebesar 3,69 persen,” kata dia kepada wartawan, Jumat (11/2/2022).

Ketua DPD Gerindra Sumut ini menjelaskan, tren windfall merupakan pajak yang dipungut pemerintah terhadap industri tertentu ketika kondisi ekonomi memungkinkan industri tersebut mengalami keuntungan di atas rata-rata. “Melihat tren windfall harga barang komoditas terutama CPO dan batu bara dan pertumbuhan ekonomi pada tahun sebelumnya yang low base masih terkontraksi sebesar 2,07 persen, seharusnya pertumbuhan ekonomi bisa mencapai angka 5 persen,” kata Gus Irawan.

Dia memaparkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2021 ditopang oleh belanja kesehatan untuk penanganan Covid-19 khususnya varian Delta pada pertengahan tahun. Kemudian, sektor lapangan usaha mengalami pertumbuhan tertinggi, satu di antaranya adalah jasa kesehatan dan kegiatan sosial 10,46 persen.

Namun, pada sektor manufaktur dan industri pengolahan belum tumbuh seperti yang diharapkan. “Terhambatnya pertumbuhan ekonomi tahun 2021 tidak bisa dilepaskan dari lemahnya antisipasi Pemerintah dalam menghadapi varian Delta pada Triwulan III-2021,” jelasnya.

Seperti yang sudah diperkirakan sebelumnya, pertumbuhan PDB menurut pengeluaran tertinggi terjadi pada Komponen Ekspor Barang dan Jasa, khususnya barang-barang komoditas pertambangan dan perkebunan sebesar 24,04 persen, diikuti Komponen belanja Pemerintah sebesar 4,17 persen. Sedangkan komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi sebesar 3,80 persen, lalu Konsumsi Rumah Tangga sebesar 2,02 persen.

Akselerasi stimulus PEN tidak optimal

“Rendahnya pertumbuhan belanja Pemerintah dan Konsumsi rumah tangga, menandakan bahwa akselerasi stimulus PEN tidak optimal, hal ini terlihat dari daya serap PEN sepanjang tahun 2021 hanya mencapai 88 persen, itupun ada indikasi mislokasi dana PEN digunakan untuk BUMN sebesar Rp33 triliun” tuturnya.

Pada tahun 2022, menurut Gus Irawan, Indonesia menghadapi tantangan yang pelik. Ancaman inflasi mulai terasa, terutama dari kenaikan harga LPG Non-Subsidi, minyak goreng, serta bahan makanan. “Inflasi diperkirakan akan menggerus daya beli masyarakat kelas bawah dan menengah. Pada saat yang sama pembukaan lapangan pekerjaan masih belum pulih seperti sebelum terjadinya covid-19,” kata dia.

Mengingat kondisi tahun 2022 yang akan semakin berat, dia menekankan pemerintah segera mempersiapkan konsolidasi fiskal untuk memasuki defisit anggaran kembali normal di bawah 3 persen dalam APBN 2023. Ruang fiskal yang dimiliki pemerintah akan semakin tertekan akibat dari beban bunga utang yang dikeluarkan semakin besar.(rel/arn)