Oleh: Fakhrur Rozi
ISU penghapusan parkir tepi jalan non e-parkir di Kota Medan, menimbulkan gesekan tipis-tipis di masyarakat. Utamanya antara tukang parkir dan pemilik kendaraan. Di awal pengumuman kebijakan itu, muncul video viral di media sosial yang menunjukkan adegan tukang parkir baku pukul dengan pemilik kendaraan karena tidak mau bayar.
Setelahnya ada juga video antara pemilik kendaran yang merekam adegan dia bertekak (berdebat) dengan tukang parkir. Pemilik kendaraan berkeras, kutipan parkir sudah dilarang pemerintah. Sementara tukang parkir berkeras bahwa dia hanya cari makan (https://www.instagram.com/reel/C6JwxWTvkl-/?igsh=ZXY1bG9naTMwbHE2).
Soal komentar netizen di akun-akun Instagram dan TikTok yang mengunggah video itu, tentu saja ada pro dan kontra. Videonya viral, pemilik akun pun bisa jadi dapat untung. Sebagai audiens, patut bersyukur juga, ada media massa yang mengangkat video viral itu menjadi berita (https://www.youtube.com/watch?v=vxY96dh7EVc). Setidaknya penulis mendapat pencerahan atas informasi yang lebih lengkap terkait peristiwa itu.
Benar: Semua Benar
Sebagai masyarakat, wajar bila penulis resah dengan video-video yang viral ini. Apalagi jika dihadapkan pada kenyataan, bahwa perekam video dengan sadar mengunggah videonya ke media sosial dengan harapan mendapatkan perhatian dari masyarakat atau pemerintah atau pihak lain yang berkepentingan atas video dia yang unggah.
Miris lagi, ada (baca: tidak semua) pengunggah video yang meminta dukungan lalu meminta respon dari netizen atas video yang dia unggah. Sementara, informasi yang disampaikan sebatas video itu saja. Tanpa penjelasan apapun. Jelas sekali, pengunggah cenderung ingin memancing aspek emosi netizen terhadap unggahannya.
Kembali ke soal parkir tadi, siapa yang benar kalau isu-isunya dimainkan di media sosial? Jawabannya, semua benar . Tentu dengan versinya dan perspektif masing-masing dan respon netizen. Merujuk pada komentar-komentar netizen, baik pemilik kendaraan dan tukang parkir pasti memiliki pembela masing-masing. Bukankah sudah ada idiom: maha benar netizen dengan segala komentarnya.
Mitigasi Sementara
Patut diantisipasi, pro-kontra soal penghapusan parkir tepi jalan non e-parking, jangan sampai menyeruak keluar dari media sosial. Perlu ada mitigasi agar pro-kontra itu tidak meluas. Dalam konteks ini penulis ingin mengajak semua pihak untuk bijak. Bukan tidak mungkin, jika gesekan tipis-tipis antara pemilik kendaraan dengan tukang parkir terus mendapat amplifikasi di media sosial, gesekannya akan menjadi tebal.
Masyarakat perlu mengambil sikap, untuk bijak dalam merespon kebijakan pemerintah. Sebagai bagian dari masyarakat, tidak semua dari kita itu, mampu menginterpretasi kebijakan pemerintah dengan baik dan sempurna. Apalagi jika kebijakan itu, berkaitan erat dengan ‘perut’ atau kondisi ekonomi masing-masing.
Sikap bijak itu, kiranya dapat dimulai dengan bijak bermain media sosial. Jangan sedikit-sedikit main viral. Literasi soal peraturan/kebijakan pemerintah perlu terus diperkuat oleh masyarakat. Perlu ada kesadaran, sebagai netizen kita ini cenderung ‘memakan’ semua umpan klik yang ditawarkan algoritma media sosial. Perihal informasi di ranah media sosial, harus benar-benar dicek dan ricek. Informasi yang didapat itu, betul-betul diperjelas kebenarannya.
Dalam konsep Islam, memperjelas informasi dikenal dengan istilah tabayyun. Untuk informasi yang beredar di ranah media sosial penulis menawarkan untuk dapat memanfaatkan Model Tabayyun Digital (Rozi: 2023), yang mengelaborasi upaya mengklarifikasi kebenaran lewat jalur digital, non-digital, pemahaman aspek teknis platform media sosial, hingga pengendalian algoritma.(*)
*)Penulis adalah dosen Ilmu Komunikasi UIN Sumatera Utara/Ketua Seksi Media Siber dan Multimedia PWI Sumatera Utara