Oleh: Fakhrur Rozi
MEDAN, kaldera.id – Pemberian nama nomenklatur baru bagi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), sebelumnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) patut diapresiasi.
Presiden Prabowo Subianto peka dengan perkembangan komunikasi saat ini yang sangat kompleks di era digital. Ini peluang kita untuk kembali bersuara tentang transparansi algoritma.
Beragam persoalan di komunikasi pada ranah digital, seperti hoaks, disinformasi, polarisasi, hingga kejahatan digital seperti judi online, scamming dan lainnya, perlu diberikan porsi yang maksimal untuk ditangani.
Selain literasi digital, tindakan hukum bagi pelaku kejahatan digital, sudah saatnya juga semua pihak menangani algoritma digital mulai media sosial hingga mesin pencari dengan lebih serius.
Transparansi dan mitigasi dari algoritma digital, patut dilakukan agar masyarakat tidak selalu disalahkan atau menjadi kambing hitam dari efek dan perilaku negatif komunikasi di ranah digital. Karena pada dasarnya, algoritma memberikan trigger yang besar pada penggunanya untuk beraktivitas di ranah digital.
Judi online misalnya, iklannya ada di semua platform media sosial dengan bentuk persuasif atau seolah menyerupai game biasa. Pada saat tertentu orang pasti terdorong untuk main. Sudah kena, susah lepasnya.
Kementerian Komunikasi dan Digital, sepertinya akan memberikan perhatian khusus pada aktivitas dan perilaku komunikasi masyarakat yang saat ini memang sangat besar di ranah digital.
Apalagi, Data terakhir, sekitar 200 juta masyarakat Indonesia sudah terkoneksi dengan internet. Kemudian, Menteri yang ditunjuk adalah Meutya Hafid, Mantan Ketua Komisi I DPR, yang memang concern ke komunikasi digital ini.
Di ranah digital tantangan soal disinformasi, misinformasi dan lainnya masih terjadi. Presiden Prabowo memberikan petunjuk yang signifikan bahwa ia menginginkan pemerintahannya berjalan dengan benar, berpihak pada rakyat dan terbuka dalam persatuan.
Transparansi algoritma ini salah satu jalan untuk komunikasi era digital yang harmoni di Indonesia. Penyedia platform digital seperti media sosial dan mesin pencari harus dapat didesak terbuka soal algoritma mereka. Selain juga perlu terus meliterasi masyarakat.
Ada satu paradoks yang harus dijawab. Saat ini indeks literasi digital masyarakat yang diklaim membaik atau tinggi. Tapi kenyataannya, masyarakat Indonesia semakin banyak yang terjebak mudarat dan korban akibat teknologi komunikasi di ranah digital.
Maka literasi tentang pengendalian algoritma dan transparansi algoritma oleh penyedia platform ke depan ini, harus diberikan porsi yang tepat. Penulis optimis, Kak Meutya yang terpilih ke DPR dari Sumatera Utara, mampu memimpin kementerian ini mendukung Indonesia maju untuk Indonesia emas dalam Kabinet Merah-Putih.(*)
Penulis adalah Dosen UINSU, Pengurus PWI Sumut