Mantan Ketua MK dan Pakar Hukum Tata Negara Bela Evi Ginting di PTUN

Mantan Ketua MK, Hamdan Zoelva, usai memberikan keterangan di PTUN Jakarta
Mantan Ketua MK, Hamdan Zoelva, usai memberikan keterangan di PTUN Jakarta

JAKARTA, kaldera.id – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, kembali menyidangkan perkara gugatan mantan anggota KPU RI Evi Novida Ginting terhadap SK Pemberhentian dirinya oleh Presiden RI. Agenda sidang adalah mendengarkan saksi dari pihak penggugat.

Evi Novida Ginting bersama tim kuasa hukumnya menghadirkan langsung ke hadapan majelis hakim PTUN Jakarta yakni mantan Ketua Hakim MK Hamdan Zoelva, Panitera Mahkamah Konstitusi Zainal Arifin Hoesein, Pakar Hukum Administrasi Negara dari Universitas Indonesia Harsanto, Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari dan Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini.

Dalam siaran pers yang diterima redaksi, Kamis (25/6/2020), barisan saksi ahli yang dihadirkan penggugat Evi Novida Ginting diberi kesempatan oleh majelis hakim PTUN untuk menjelaskan secara komprehensif mengenai putusan DKPP Nomor 317 Tahun 2020 dan SK Presiden yang memberhentikan Evi Novida Ginting Manik dari jabatan Anggota KPU RI.

Ini Kata Mantan Ketua MK

Mantan Ketua Hakim MK Hamdan Zoelva di muka persidangan menjelaskan bahwa putusan DKPP Nomor 317 tersebut secara jelas cacat hukum dan tidak sah. Menurutnya ada dua permasalahan besar dalam putusan tersebut, yaitu aduan sudah dicabut oleh pengadu dan keputusan diambil ketika majelis DKPP tidak memenuhi kuorum.

“Pertama aduan sudah dicabut kok di proses? Itu jadi problem. Kedua, peraturan DKPP menyebut kuorum itu miniml 5 (anggota majelis), sementara keputusan diambil hanya 4 orang, menurut hukum, itu batal. Karena peraturan DKPP itu adalah Undang-Undang bagi DKPP sehingga posisinya sangat tinggi. Jadi ketika kurang kuorumnya maka putusan itu sendiri tidak sah,” ujar Hamdan saat menjelaskan pandangan hukumnya di PTUN Jakarta, Rabu (24/6/2020).

Kepada majelis hakim, Hamdan menjelaskan PTUN bisa menjadikan keputusan DKPP tersebut sebagai objek materil meskipun objek gugatan dari Evi Novida Ginting Manik adalah SK Presiden atas pemberhentian tetap dirinya. Pengadilan harus memeriksa dan menilai keseluruhan dari proses keluarnya putusan DKPP Nomor 317. Menurutnya, Presiden hanya bertindak administratif dengan melaksanakan rekomendasi DKPP. Presiden tidak punya kewenangan untuk memeriksa secara materil putusan DKPP Nomor 317, melainkan hanya melaksanakan rekomendasi semata. Oleh karena itu menurut Hamdan, majelis hakim punya kuasa dan wewenang untuk memeriksa materi putusan DKPP Nomor 317 dengan tetap menjadikan SK Presiden sebagai objek formilnya.

“Karena seluruh proses persidangan di DKPP tidak sah secara hukum, maka seharusnya posisi Evi Novida Ginting Manik sebagai anggota KPU RI harus dipulihkan. Presiden tidak memliki kewenangan untuk melihat secara materil putusan DKPP. Dia hanya melihat rekomendasi dimuka (putusan). Jadi Presiden hanya melakukan tindakan administratif. Jadi dalam persidangan PTUN, putusan DKPP bisa dijadikan objek materil untuk diperiksa oleh pengadilan,” terangnya.

Perludem: Tunda PAW KPU RI

Sementara pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menghimbau kepada Presiden dan DPR agar menunda proses penggantian antar waktu (PAW) Anggota KPU RI. Demi kepastian hukum dan keadilan bagi Evi Novida Ginting Manik.

“Presiden dan DPR jangan tergesa-gesa melakukan PAW. Kalau ternyata putusan PTUN berbeda dengan langkah yang dilakukan presiden (Evi Novida memenangkan gugatan di PTUN). Demi kepastian hukum dan rasa keadilan penggugat sebaiknya proses PAW ditunda. Kalau penggugat menang di PTUN, mau tidak mau presiden harus menindaklanjuti dan melaksanakan putusan PTUN,” ujarnya,

Dalam persidangan tersebut, hadir juga Ketua KPU RI Arief Budiman, Anggota KPU RI Ilham Saputra dan Viryan untuk menyaksikan jalannya persidangan mendengarkan keterangan saksi ahli penggugat.(f rozi)